Surabaya (ANTARA News) - Mantan Kasad Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto menyatakan, dirinya siap menjadi komando yang meniup "peluit" untuk gerakan rakyat yang mendorong kembalinya bangsa Indonesia kepada Pancasila dan UUD 1945. "Insya-Allah, saya siap melaksanakan amanat itu (meniup peluit untuk komando gerakan rakyat)," ujarnya saat berbicara dalam sarasehan "Pancasila dan Tantangan di Era Global" di Universitas Tujuhbelas Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Senin. Salah satu penggagas Gerakan Revolusi Nurani (GRN) bersama budayawan Ir Sunardi MSi itu mengemukakan hal tersebut, di hadapan ratusan peserta sarasehan yang terdiri atas pelajar SMU/SMP, mahasiswa, aktivis LSM, dan sebagainya. Menurut dia, gerakan kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 tak dapat dilakukan secara gegabah dan anarkhis, karena globalisasi yang dikomandani Amerika Serikat (AS) merupakan musuh Pancasila dan UUD 1945 yang perlu dikalkulasi kekuatannya. "Karena itu, GRN merupakan gerakan revolusi hukum dan budaya yang memiliki banyak cara. Antara lain melakukan sosialisasi kepada MPR sebagai pihak yang mengamandemen UUD 1945 atau mendesak presiden untuk mengeluarkan dekrit," tegasnya. Mantan atase di Perancis itu mengungkapkan, melakukan sosialisasi kepada MPR untuk kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 membutuhkan waktu yang lama dan tergolong sulit, mengingat MPR merupakan pihak yang justru menggulirkan amandemen UUD 1945 ke-1, 2, 3, dan 4. "Desakan kepada presiden pada 5 Juli 2006 untuk mengeluarkan dekrit juga sudah direspon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan alasan dirinya tidak memiliki landasan hukum untuk mengeluarkan dekrit itu," paparnya. Padahal, presiden seharusnya tidak perlu mengemukakan alasan itu bila merujuk kepada tanggungjawabnya sebagai Kepala Negara untuk melindungi rakyat dan seluruh tumpah darah Indonesia, sehingga landasan untuk alasan hukum itu tetap ada. "Tapi, kalau cara itu (MPR dan presiden) tidak membuahkan hasil, tampaknya masih ada satu cara yakni mengembalikan kepada rakyat yang memiliki negara dan bangsa melalui gerakan rakyat untuk mengembalikan bangsa dan negara kepada Pancasila dan UUD 1945," ucapnya. Senada dengan itu, budayawan Ir Sunardi MSi menilai, Pancasila sendiri saat ini sudah dijadikan alternatif di dunia, karena Pancasila merupakan ideologi alternatif yang ada di tengah sosialisme-komunis dan kapitalisme-imperialis yang terbukti merusak dunia. "Jadi, dunia internasional mengakui bahwa Pancasila merupakan jawaban untuk globalisasi. Karena itu, saya meyakini globalisasi itu diarahkan untuk menghancurkan Pancasila dan UUD 1945," ucap pedalang kondang itu. Pancasila, menurut dia, dihancurkan dengan otonomi daerah yang merusak persatuan, demokrasi langsung yang merusak musyawarah, dan budaya materialisme melalui berbagai cara, baik media massa maupun gaya hidup hedonis yang dikampanyekan terus-menerus. "UUD 1945 dihancurkan dengan mendorong amandemen yang tidak masuk akal. Amerika sendiri melakukan amandemen dalam waktu puluhan tahun, tapi UUD 1945 justru di-amandemen dalam tempo tiga tahun dengan empat kali amandemen. Apa itu tidak bermaksud merusak," ungkapnya. Oleh karena itu, kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 adalah hal yang tak dapat ditawar-tawar lagi. "Amandemen UUD 1945 itu tidak sah, karena bukan ketetapan MPR, belum ada dalam Lembaran Negara, dan dilakukan tanpa meminta pendapat rakyat," tuturnya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006