Namun, menjadi tidak maksimal karena ketiadaan infrastruktur gasnya"
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto menilai upaya peningkatan produksi gas bumi terhambat oleh ketiadaan pipa transmisi maupun distribusi hingga ke konsumen.

Produksi gas di hulu akan dengan mudah disalurkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) ke pemakai seperti industri, pabrik pupuk, dan pembangkit listrik, kalau pipa transmisi dan distribusinya sudah terbangun, kata Dito di Jakarta, Kamis.

Indonesia, lanjutnya, membutuhkan banyak jaringan pipa gas, namun, hingga kini tidak ada kemajuan berarti.

"Sejauh ini, panjang pipa itu-itu saja," kata anggota dewan dari Fraksi Partai Golkar itu.

Padahal, tambahnya, potensi peningkatan produksi gas bumi khususnya untuk memenuhi kebutuhan domestik baik pembangkit listrik, pupuk, maupun industri masih cukup besar.

Wakil Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro juga mengatakan, produksi gas menghadapi kendala keterbatasan pipa dan terminal penerima gas alam cair (LNG).

Ia menilai, pengembangan infrastruktur gas belum dilakukan dengan serius sehingga produksi gas menjadi tidak maksimal.

"Permasalahan dan juga bagaimana solusi sebenarnya sudah diketahui. Hanya saja, pemerintah tidak punya niat untuk menyelesaikan masalah dengan sungguh-sungguh," ujarnya.

Kalau sudah ada niat dan kesungguhan pemerintah, lanjutnya, maka permasalahan teknis dan pembiayaan akan lebih mudah.

Dito juga menambahkan, infrastruktur gas diperlukan mengingat sumber gas yang melimpah, lokasinya berjauhan dengan pasar seperti industri, pupuk, dan pembangkit listrik.

Sumber gas sebagian besar berada di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Papua.

Sementara pasar gas berada di Jawa. Oleh karena itu, dia menegaskan, infrastruktur merupakan kunci peningkatan produksi gas sekaligus pemanfaatannya untuk memenuhi kebutuhan domestik.

"Tanpa infrastruktur, gas tidak bisa tersalurkan. Pada akhirnya, menghambat peningkatan produksi," katanya.

Meski, lanjutnya, alokasi gas ke pasar domestik sebenarnya dari tahun ke tahun terus meningkat.

"Namun, menjadi tidak maksimal karena ketiadaan infrastruktur gasnya," ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, sejak tahun 2003, penyaluran gas ke domestik telah meningkat lebih dari 250 persen.

Jika pada 2003, volume penyaluran gas ke domestik hanya 1.480 billion british thermal unit per day (BBTUD), maka 2012 sudah 3.550 BBTUD.

Sebaliknya, pasokan ke pasar ekspor pada 2003 tercatat 4.397 BBTUD dan 2012 turun menjadi 3.692 BBTUD.

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013