Jakarta (ANTARA News) - Setidaknya 50 persen sumber konflik di dunia bersumber di Timur Tengah dan bila ingin mewujudkan perdamaian dunia yang sejati maka penyelesaian konflik harus difokuskan di wilayah tersebut. "Sumber konflik dunia separuhnya ada di Timur Tengah kalau ingin wujudkan perdamaian dunia fokuskan penyelesaian konflik di sana," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Amidhan, usai menghadiri acara Forum Perdamaian Dunia yang diselenggarakan organisasi Islam Muhammadiyah di Jakarta, Rabu. Ia mengatakan konflik Israel dan negara-negara Muslim di kawasan itu tidak pernah menemukan titik terang perdamaian hingga kini dan merupakan perang terpanjang sepanjang sejarah. "Jadi sudah saatnya kita bersatu untuk memikirkan solusi damai untuk mewujudkan perdamaian di sana," katanya. Menurut dia, konflik berkepanjangan di Timur Tengah itu sulit diselesaikan, karena terkendala standar ganda negara adikuasa yang di satu sisi harus membela hak asasi manusia dan di sisi lain harus mendukung Israel. Karena itu, Amidhan meminta kepada seluruh negara Islam di dunia untuk memberikan dukungan dalam penyelesaian konflik di kawasan Timur Tengah. Ia menyatakan rasa pesimisnya terhadap peran Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tidak tegas dalam mengupayakan perdamaian di wilayah tersebut. Apalagi kebijakan yang diambil organisasi dunia itu cenderung dipolitisasi oleh negara-negara pemegang hak veto untuk kepentingan mereka sendiri, katanya. Ia mencontohkan konflik yang terjadi sebulan terakhir di kawasan Timur Tengah, membuktikan ketidaktegasan PBB dalam mengupayakan perdamaian dunia. Menurut dia, Dewan Keamanan PBB dari sejak awal menyikapi konflik Israel vs Lebanon mestinya mengeluarkan kebijakan genjatan senjata agar persoalan tidak makin berlarut-larut dan menelan korban lebih banyak. "Pada kenyataannya PBB justru baru mengambil keputusan itu setelah Lebanon hancur lebur," katanya. Karena itu, ia meminta kepada rakyat Amerika Serikat sebagai negara adikuasa dan salah satu penentu kebijakan di PBB serta seluruh masyarakat dunia agar tidak memilih pemimpin yang berjiwa "perang", tetapi menetapkan pilihan pada pemimpin yang berlatar belakang negarawan. "Sebab negarawan sejati tidak pernah memikirkan jalan keluar dengan mengangkat senjata, tapi sebaliknya mendambakan keteraturan dan perdamaian abadi," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006