jarang sekali peternak lebah lokal bisa membawa produknya ke luar atau ke negara yang diinginkan. Selalu pakai vendor lain
Kota Bogor (ANTARA) - Wirausahawan peternak madu, Eureka Indra Zatnika dalam kegiatan Pesantren Kilat (Sanlat) Ramadhan 1445 Hijriah/2024 Masehi mengupas problematika sulitnya produksi madu Indonesia untuk ekspor ke luar negeri.
 

"Ekspor madu dari Indonesia masih cukup rumit, karena belum ada satuan yang bisa menjadi standar baku kualitas madu," kata pemilik usaha "Madu Pak Lebah" itu ketika menjadi pembicara dalam Sanlat Ramadhan 2024 di Gedung DPRD Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu.
 

Padahal, menurut Eureka, permintaan madu di dunia cukup luas. Bahkan bisnis madu terbuka lebar dan memiliki prospek hingga saat ini.

 

“Tapi kendalanya di Indonesia proses menuju ekspornya cukup rumit dan parameter ekspor kadang agak membingungkan. Belum ada satuan yang bisa standar baku, yang bisa meloloskan produk kita,” katanya yang punya empat lokasi peternakan madu di Bogor.

 

Dari pandangannya, standar baku kualitas madu selalu muncul dari para pembeli, bukan dari para penjual. Namun, di Indonesia belum ada standar baku tersebut.

 

“Pembeli biasanya suka mengeluarkan standar dari ragam bentuk. Sehingga seringkali tidak bisa dipenuhi oleh produsen kecil,” ucapnya.

Baca juga: Dosen Unud latih peternak olah limbah propolis lebah jadi sabun wangi
Baca juga: Permintaan madu tinggi, peternak budi daya lebah di Hutan Banaran


 

Ia memberi contoh, di negara Vietnam para pengusaha madu cukup sukses. Karena memiliki standarisasi kualitas madu, bahkan stok kebutuhan lebah dan lahan disiapkan oleh pemerintahnya.

 

Beda dengan di Indonesia, yang menurut Eureka, masih dilakukan oleh para pengusaha sendiri-sendiri, sehingga kualitas dan harga dari madu sangat beranekaragam.

 

“Menuju ke ekspornya cukup rumit. Sehingga jarang sekali peternak lebah lokal bisa membawa produknya ke luar atau ke negara yang diinginkan. Selalu pakai vendor lain,” kata alumni Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.

 

Di samping itu, kata dia, pengusaha madu mengalami tantangan akibat beredarnya madu-madu palsu yang dijual murah. Hal itu menyebabkan produsen madu mengalami penurunan pasar.

 

“Tapi kira tetap harus pada produk kita, bahwa produk kita yang dijual adalah produk yang berkualitas. Melengkapi produk jadi sebagus mungkin, lalu menjual dengan lebih detail,” demikian Eureka Indra Zatnika. 

Pesantren Kilat Ramadhan 2024 yang digagas Komunitas Wartawan Jabodetabek itu secara kolaboratif mendapat dukungan unsur pondok pesantren dan mitra lainnya  yakni Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua Bogor, Cibinong Center Industrial Estate (CCIE), Lembaga Amil Zakat (LAZ) Nasional Bakrie Amanah, Yayasan Baitul Mal (YBM) BRILian, Dr Chiken, Tatajabar, Indofood.

 

Kemudian, Lezza (Unirama), PT Indocement Tunggal Prakarsa (Tbk), Alfamart, Serikat Pekerja Perum LKBN ANTARA (SPA) dan Pondok Pesantren Al-Fatah dan Ruhama dan Yayasan At-Tawassuth, Bogor.

Baca juga: Polresta Barelang gerebek pabrik madu oplosan
Baca juga: Produksi madu Jembrana tembus pasar internasional
Baca juga: Kementan: madu pahit babel berpotensi ekspor


Pewarta: Shabrina Zakaria
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024