Jakarta (ANTARA) - Pakar kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan kandidat vaksin hingga pengembangan metode terapi terbaru menjadi sebuah harapan bagi pengendalian penyakit tuberkulosis (TB) di Indonesia.

"Dunia kini sedang terus berupaya membuat vaksin TB baru, karena vaksin BCG yang sekarang ada hanyalah dapat menghindari TB berat pada anak," katanya saat menyampaikan pernyataan terkait Hari TB Sedunia 2024 melalui pesan singkat di Jakarta, Minggu.

Ia mengatakan vaksin memiliki peran penting untuk menangani penyakit menular, sebagaimana yang diajarkan oleh pengalaman selama pandemi COVID-19.

Baca juga: WHO Indonesia: Skrining dibarengi TPT kurangi TB hingga 44 persen

Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu mengatakan setidaknya ada tiga jenis mekanisme pembuatan vaksin TB, yaitu vaksin dengan sel utuh (whole cell vaccines), vaksin dengan protein ajuvan, dan vaksin vektor subunit rekombinan.

Dikatakan Tjandra, kandidat vaksin baru itu diharapkan dapat menjadi pengganti vaksin BCG yang ada saat ini (BCG replacement), sebagai penguat BCG (BCG boosters), dan pendekatan, sebagai vaksin pengobatan untuk TB (therapeutic vaccine for TB) yang berfungsi sebagai pengendalian melalui sistem imun (immune-mediated control).

Dengan adanya perkembangan terakhir itu, vaksinasi sebagai penanganan imunologi diharapkan bisa memperpendek durasi pengobatan, menyederhanakan regimen atau setidaknya memperbaiki hasil pengobatan, kata Tjandra menambahkan.

"Semoga TB dapat dikendalikan di dunia dan di negara kita, antara lain dengan temuan vaksin yang baru. Tentu, selain vaksinasi, semua kasus TB yang ada di negara kita harus ditemukan dan diobati sampai sembuh," ujarnya.

Tjandra menambahkan saat ini juga terdapat metode terapi pencegahan TB (TPT) untuk mereka yang sudah kemasukan kuman TB, tetapi belum sakit atau disebut sebagai TB Laten.

"Terapi pencegahan tuberkulosis ini cakupannya baru di bawah 10 persen," katanya.

24 Maret hari ini adalah hari TB sedunia. Tanggal ini dipilih karena 24 Maret 1882,seorang ilmuwan Jerman bernama Robert Koch mempresentasikan hasil penelitiannya, yaitu kuman tuberkulosis, yang bernama Mycobacterium tuberculosis.

Baca juga: Kemenkes: Integrasi penanganan TBC penting dalam pengobatan pada anak

Baca juga: Kemenkes khawatir "silent pandemic" dari TBC resisten obat


Kini, 142 tahun sesudah kumannya ditemukan, tuberkulosis masih jadi masalah kesehatan dunia. Berdasarkan WHO Global TB Report 2023, TB menjadi penyebab kematian tertinggi kedua di dunia setelah COVID-19 pada 2022.

Lebih dari 10 juta orang di dunia terjangkit penyakit TB setiap tahunnya. 30 negara dengan beban TB tinggi menyumbang 87 persen kasus TB dunia, dan dua pertiga dari kasus global terjadi di delapan negara, yaitu India (27%), Indonesia (10%), China (7.1%), Filipina ( 7,0%), Pakistan (5,7%), Nigeria (4,5%), Bangladesh (3,6%), dan Republik Demokratik Kongo (3,0%).

Kementerian Kesehatan memperkirakan jumlah kasus TB di Indonesia mencapai 1.060.000 kasus dan terdapat 134.000 kematian akibat TB per tahunnya, atau 17 orang yang meninggal akibat TB setiap jamnya.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024