"Ada tujuh program prioritas yang termuat dalam dokumen rencana aksi FOLU Net Sink. Dokumen sudah kami kirim ke Kementerian LHK
Manokwari (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Papua Barat telah menyusun tujuh strategi prioritas mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan guna mewujudkan Indonesia's Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030.

"Ada tujuh program prioritas yang termuat dalam dokumen rencana aksi FOLU Net Sink. Dokumen sudah kami kirim ke Kementerian LHK," kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kehutanan Papua Barat Jimmy W Susanto di Manokwari, Kamis.

Dia menjelaskan bahwa tujuh program prioritas dari sektor kehutanan meliputi strategi reduksi deforestasi dan degradasi hutan, strategi pengelolaan hutan lestari, dan strategi peningkatan cadangan karbon.

Selanjutnya, strategi konservasi, strategi pengelolaan ekosistem hutan gambut, strategi pengelolaan ekosistem hutan mangrove, serta strategi instrumen dan informasi yang berdampak positif terhadap pengendalian perubahan iklim.

"Misalnya penerbitan izin penggunaan kawasan hutan mulai dibatasi supaya tidak terjadi deforestasi dan degradasi hutan," ujarnya.

Baca juga: Perkebunan teh miliki potensi pengurangan emisi gas rumah kaca
Baca juga: Lestarikan hutan, 35.600 bibit pohon telah ditanam di Papua Barat


Menurut dia, rencana aksi FOLU Net Sink 2030 sudah terakomodasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Papua Barat 2025-20245 dan Rencana Pembangunan Daerah (RPD) 2023-2026.

Program penyerapan biomasa karbon akan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat hukum adat melalui pemberian kompensasi yang diatur melalui Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 5 Tahun 2014.

"Kami sudah lakukan pembahasan ulang untuk keberlanjutan pemberian kompensasi atas hasil hutan kayu bagi masyarakat adat pemilik hak ulayat," ujar Jimmy.

Dia menerangkan luas tutupan hutan Provinsi Papua Barat mengalami penurunan dari 9,7 juta hektare menjadi 6.033.324 hektare setelah adanya pemekaran DOB Provinsi Papua Barat Daya.

Luas kawasan hutan terbesar berada di Kabupaten Kaimana dan Teluk Bintuni dibandingkan lima kabupaten lainnya yaitu Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Teluk Wondama, dan Fakfak.

"Pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) paling banyak di Bintuni dan Kaimana, karena hutannya paling luas," paparnya.

Baca juga: Garuda beli sertifikat penurunan emisi gas rumah kaca di bursa karbon
Baca juga: KLHK apresiasi peran masyarakat adat Papua lestarikan hutan 

 

Pewarta: Fransiskus Salu Weking
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024