Makassar (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan akhirnya menjatuhkan vonis bersalah dengan 7 tahun penjara kepada mantan Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Dharma Kabupaten Luwu tahun 2018-2020 Syaharuddin terkait tindak pidana korupsi.

"Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana dalam dakwaan primair. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa pidana penjara selama tujuh tahun dan pidana denda Rp400 juta," kata Hakim Ketua Muhammad Yusuf Karim dalam amar putusan pada sidang di PN Makassar, Kamis.

Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan. Hal itu berdasarkan amar putusan nomor: 143/Pid.Sus.Tpk/2023/Pn.Mks per tanggal 27 Maret 2024. Putusan ini lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni 6 tahun, 6 bulan dan denda Rp250 juta.

Selanjutnya, menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp847.460.416,00. Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita jaksa.

Selain itu, harta benda dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama 6 bulan

Memerintahkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menyatakan terdakwa tetap ditahan. Menyatakan barang bukti nomor 1 sampai dengan nomor 103 dikembalikan kepada PDAM Tirta Dharma Kabupaten Luwu serta membebankan terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp10 ribu.

Setelah Majelis Hakim PN Tipikor pada Pengadilan Negeri Kelas I A Makassar membacakan putusan, selanjutnya memberikan kesempatan kepada terdakwa dan Penasihat Hukumnya serta JPU untuk menyatakan sikap atas putusan tersebut.

Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Luwu Andi Ardiaman menyatakan sikap apabila pihak penasihat hukum terdakwa mengajukan banding atas putusan majelis hakim, maka pihaknya tentu mengikuti dengan naik banding.

"Karena Penasihat Hukum terdakwa mengajukan banding. Atas sikap penasihat hukum yang menyatakan banding, Penuntut Umum juga menyatakan banding," papar Andi Ardiaman menegaskan.

Sidang tersebut dipimpin Majelis Hakim terdiri dari Muhammad Yusuf Karim sebagai Hakim Ketua, Johnicol Richard Frans, dan Nicolas Torano, sebagai Hakim Anggota, serta Jihan Hasmin sebagai Panitera Pengganti disaksikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Luwu, serta terdakwa bersama penasihat hukumnya.

Perkara tersebut terkait tindak pidana korupsi pengelolaan bantuan hibah instalasi air bersih untuk masyarakat berpenghasilan rendah pada PDAM Tirta Dharma Kabupaten Luwu tahun anggaran 2018-2020 kala itu terdakwa Syaharuddin menjabat.

Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian keuangan negara dalam program tersebut, mengingat dana yang dikelola bersumber dari dana hibah Pemda Kabupaten Luwu sebesar Rp847,4 juta lebih berdasarkan perhitungan ahli BPK RI.

Sesuai tuntutan JPU sebelumnya terdakwa terbukti melanggar dakwaan Primer yaitu pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto pasal 65 KUHPidana.

Selanjutnya, sebagaimana dalam dakwaan Primair dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama enam tahun, enam bulan dan denda sebesar Rp250 juta, subsidair tiga bulan kurungan, serta uang pengganti sebesar Rp847.460.410, subsidair enam bulan dan biaya perkara sebesar Rp10 ribu.

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024