Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Ritel Vape Indonesia (Arvindo) meminta pemerintah mengoptimalkan potensi produk tembakau alternatif untuk menurunkan jumlah perokok di Indonesia, yang prevalensinya melonjak capai 36,3 persen sejak 1995 sampai 2018 dan kini jumlahnya telah menembus 69,1 juta jiwa.
 
"Kami berharap pemerintah mau merujuk ke negara-negara yang telah berhasil mengoptimalkan produk tembakau alternatif sebagai salah satu langkah menekan prevalensi merokok dan penyakit yang disebabkan karena kebiasaan merokok," kata Ketua Arvindo Fachmi Kurnia Firmansyah di Jakarta, Senin.
 
Pihaknya memandang prevalensi merokok adalah masalah global yang harus segera diselesaikan dengan berbagai ragam solusi inovatif untuk menciptakan perbaikan kualitas kesehatan publik.
 
Rokok elektronik tembakau yang dipanaskan, lanjutnya, menjadi opsi yang lebih efektif bagi perokok dewasa yang selama ini kesulitan beralih dari kebiasaan merokok.

Baca juga: Perlunya strategi komunikasi tersegmentasi untuk kurangi angka perokok
 
Riset Universitas Bern berjudul “Electronic Nicotine-Delivery Systems for Smoking Cessation” yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine pada Februari 2024 mengungkapkan pemanfaatan tembakau alternatif meningkatkan keberhasilan berhenti merokok sebesar 21 persen.
 
Pada kelompok yang menggunakan produk tembakau alternatif, tingkat keberhasilan berhenti merokok mencapai 53 persen. Adapun tingkat keberhasilan berhenti merokok di kelompok yang tidak memaksimalkan produk tembakau alternatif sekitar 32 persen.
 
Kini Inggris dan Swedia telah berhasil menurunkan jumlah perokoknya berkat dukungannya terhadap penggunaan produk tembakau alternatif.

Baca juga: Ini persepsi terhadap rokok elektrik
 
Berdasarkan laporan Office for National Statistic (ONS), proporsi perokok di Inggris pada tahun 2022 adalah 12,9 persen atau setara 6,4 juta orang. Angka tersebut turun jika dibandingkan tahun 2021 yang sekitar 13,3 persen atau setara 6,6 juta orang.
 
Adapun Swedia menjadi negara bebas asap rokok pertama di Eropa dengan prevalensi merokok 5,16 persen. Padahal angka prevalensi merokok di negara itu masih menyentuh 11 persen pada tahun 2015.
 
Mantan Direktur Layanan Alkohol dan Obat-Obatan Rumah Sakit St. Vincent di Australia, Alex Wodak, mengatakan untuk beralih sekaligus terhindar dari risiko akibat merokok dapat dilakukan dengan memanfaatkan produk tembakau alternatif yang menerapkan konsep pengurangan risiko.

Baca juga: Kenapa tembakau alternatif disebut lebih rendah risiko?

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024