Kumurkek (ANTARA) - Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya menggandeng Fakultas Pertanian Universitas Papua (UNIPA) Manokwari mempresentasikan hasil kajian penyusunan peta kerentanan dan ketahanan pangan tingkat kecamatan serta penentuan harga minimum pangan lokal di wilayah itu.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan Korneles Naa, di Teminabuan, Kamis, mengatakan indikator penyebab kerentanan pangan di Kabupaten Maybrat secara beruntun adalah rasio lahan pertanian terhadap jumlah penduduk, rasio sarana penyedia bahan pangan, rasio penduduk tidak sejahtera, rasio penduduk terhadap tenaga kesehatan, akses jalan, rasio penduduk terhadap ketersediaan air bersih.

Baca juga: Bupati optimistis distribusi logistik Pemilu 2024 di Maybrat lancar

"Perlu kebijakan untuk menentukan langkah-langkah yang tepat dalam menangani isu-isu ketahanan pangan yang relevan pada tiap wilayah kampung dan distrik di Kabupaten Maybrat," kata Korneles.

Ia melanjutkan kebijakan dan program strategis terkait peningkatan ketahanan pangan dan penanganan kerentanan pangan di wilayah Kabupaten Maybrat harus diarahkan pada peningkatan penyediaan pangan di daerah nonsentra produksi dengan mengoptimalkan sumberdaya pangan lokal.

"Pembukaan dan penyiapan lahan pertanian yang dapat diarahkan sebagai lahan pertanian baku, penanganan kemiskinan melalui penyediaan lapangan kerja, padat karya, redistribusi lahan, peningkatan infrastruktur dasar (jalan dan air bersih), dan pemberian bantuan sosial, serta pembangunan usaha produktif/UMKM untuk menggerakkan ekonomi wilayah," kata Korneles.

Korneles mengatakan terdapat juga peningkatan akses air bersih melalui penyediaan fasilitas dan layanan air bersih, sosialisasi dan penyuluhan dan penyediaan tenaga kesehatan.

Untuk mengukur seberapa besar akses warga terhadap pangan lokal dan tingkat kerentanan dan ketahanan pangan di daerah perlu adanya kajian yang ilmiah.

"Minimnya informasi tentang kerentanan dan ketahanan pangan dan harga minimum pangan lokal sangat berpengaruh dengan tinggi rendahnya angka stunting di daerah, dengan begitu berpeluang dapat menimbulkan terjadinya kemiskinan ekstrem," kata Korneles.

Ia mengatakan Kabupaten Maybrat saat ini menempati urutan teratas terburuk dalam hal kemiskinan ekstrem di Papua Barat Daya. Sehingga, perlu adanya informasi yang baik dan akurat.

Informasi yang akurat hanya didapat melalui kolaborasi antara lembaga yang berkompeten, dalam hal ini kampus guna memudahkan langkah penyelesaian kemiskinan ekstrim di Maybrat.

"Karena indikator-indikator yang dimuat juga sudah sama dengan yang dipakai oleh BPS dalam mengukur permasalahan stunting maupun kemiskinan ekstrem," tegas Korneles.

Ia menegaskan perlunya sinergi antara Organisasi Perangkat Daerh (OPD) terkait guna penanganan kondisi kerentanan pangan dan ketahanan pangan di Kabupaten Maybrat.

Salah satunya adalah penyediaan lahan baku pertanian tanaman pangan untuk meningkatkan produktivitas dan ketersediaan bahan pangan, baik bahan pangan yang merupakan komoditas strategis nasional, seperti padi dan jagung dan bahan pangan lokal yang selama ini menjadi bahan pangan alternatif pendukung ketahanan pangan seperti keladi, ubi jalar, ubi kayu dan beberapa komoditi lokal lainnya.

"Status kerentanan pangan pada suatu wilayah bersifat dinamis, kampung/distrik yang telah berada pada skala agak tahan sewaktu-waktu dapat berubah menjadi sangat rentan," kata Korneles.

Baca juga: TNI berhasil kuasai markas TPNPB di Maybrat

Baca juga: Kodam Kasuari kejar pelaku penembakan prajurit TNI di Maybrat

Oleh karenanya, kata dia, pemantauan dan pembaharuan kondisi ketahanan pangan perlu terus dilakukan dalam periode waktu tertentu.

"Harga komoditas pangan yang tidak stabil dan terlampau tinggi turut berpengaruh pada kemampuan masyarakat dalam mengakses dan memanfaatkan pangan," kata Korneles.
 

Pewarta: Paulus Pulo
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024