Bandung (ANTARA News) - Para perajin dan pengusaha kayu di Desa Pasir Endah, Kecamatan Ujung Berung, Bandung, mulai meninggalkan kayu jati sebagai bahan baku karena harganya mahal. Sugiharto, pemilik perusahaan kayu "Isnaeni Meubel" di Bandung, Minggu, mengatakan, para pelanggan mulai beralih membeli produk yang berbahan baku selain kayu jati. "Kalau kayu jati sekarang susah lakunya, karena masyarakat juga `nggak` kuat beli. Pembeli saat ini lebih memilih produk kayu yang lebih murah seperti kayu lokal milik penduduk seperti sejenis mahoni atau sonokeling," ujarnya. Dikatakannya, khusus harga kayu jati muda lokal bisa mencapai belasan juta per kubik, dan jenis kayu jati asal Jawa Timur dan Jawa Tengah sudah mencapai puluhan juta rupiah per kubik, sementara harga kayu lokal paling mahal Rp1,5 juta per kubik. Sementara itu Apud, pemilik perusahaan kayu "Jati Berkah" di Desa Pasir Wangi, Ujung Berung, mengatakan, pembeli yang sebagian besar perajin setempat lebih memilih kayu jati muda yang kualitasnya lebih rendah supaya dapat menekan harga. "Kalau ada yang mau membeli kayu jati, biasanya mereka membeli kayu tersebut asal Kabupaten Sumedang atau Kadipaten dan Majalengka." katanya. "Akibatnya, kayu jati asal Jawa Tengah dan Jawa Timur tidak terjual. Kalaupun ada yang membeli, biasanya cuma untuk kusen. Kalau untuk dibuat meubel sudah jarang sekali," katanya. Ia menambahkan, kayu jati kualitas terbaik berasal dari Jawa Timur atau Jawa Tengah, sedangkan kayu jati lokal dan Lampung kualitasnya lebih rendah karena kayunya lebih basah sehingga mudah retak. Sementara itu Gilang, salah satu perajin di kawasan Desa Sindanglaya, Kelurahan Sukamiskin, Kecamatan Arcamanik Bandung mengemukakan, bengkel meubelnya kini lebih memilih kayu jati lokal asal Jawa Barat, karena tidak mampu lagi untuk membeli kayu jati asal Jawa Timur atau Jawa Tengah. "Kualitas kayu jati lokal Jawa Barat memang lebih rendah dibanding dari Jawa Timur atau Jawa Tengah, tapi masih lebih disukai dibanding kayu jati asal Lampung," ujarnya. Jika ada yang memesan meubel dengan bahan dasar kayu jati asal Jawa Timur, maka dirinya akan mencampur kayu tersebut dengan kayu lain seperti thick block supaya harganya dapat lebih terjangkau oleh pemesan. "Kebiasaan mencampur bahan baku sudah lama dan berkesan lazim dilakukan para perajin meubel dalam upaya mengurangi biaya produksi dengan menggunakan jenis kayu lain yang lebih murah. Kalaupun ada meubel yang mereka buat berbahan dasar kayu jati, mereka mencampurnya dengan kayu lain seperti jenis thick block," jelas Gilang.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006