Jakarta (ANTARA) - Pengamat terorisme Noor Huda Ismail menilai keanggotaan Indonesia dalam Satuan Tugas Aksi Keuangan alias Financial Action Task Force (FATF) efektif mencegah dan mengatasi kasus pendanaan terorisme serta pencucian uang, yang pada akhirnya akan meningkatkan keamanan dan stabilitas keuangan negara.

Pasalnya, kata dia, FATF merupakan organisasi internasional yang fokus pada pencegahan dan pemberantasan pencucian uang serta pendanaan terorisme, sehingga akan memberikan akses informasi terpercaya kepada para anggotanya.

"Keanggotaan Indonesia dalam FATF merupakan langkah penting dalam upaya pemerintah untuk mengatasi masalah pencucian uang dan pendanaan terorisme," ujar Noor saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Ia menuturkan keanggotaan Indonesia dalam FATF akan memberikan akses kepada informasi dan pertukaran data yang lebih baik antara negara-negara anggota, yang memungkinkan Indonesia untuk lebih efisien dalam mengidentifikasi berbagai pola transaksi keuangan mencurigakan dan menindaklanjuti dengan tindakan pencegahan yang tepat.

Untuk itu, Noor berharap keanggotaan Indonesia itu bisa memperkuat kerja sama internasional dalam mengidentifikasi, mencegah, dan menghentikan aliran dana yang digunakan untuk mendukung kegiatan terorisme.

Dia menyebutkan FATF memberikan standar dan pedoman yang ketat bagi negara-negara anggota, termasuk Indonesia, untuk mengimplementasikan sistem pengawasan dan tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Setelah keanggotaan resmi Indonesia dalam FATF, dirinya mengatakan terdapat beberapa langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh pemerintah, yaitu memastikan implementasi Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 14 Tahun 2024 secara menyeluruh yang melibatkan peningkatan pengawasan terhadap lembaga keuangan, perusahaan, dan sektor lainnya untuk memastikan kepatuhan terhadap standar FATF.

Kemudian, lanjut dia, melakukan sosialisasi dan edukasi kepada publik, terutama sektor keuangan dan bisnis, mengenai pentingnya memahami dan melaksanakan prosedur pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta kolaborasi dengan lembaga terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan kepolisian dalam menguatkan sistem pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran.

Noor menambahkan, langkah lain yang bisa dilakukan pemerintah, yakni memberikan dukungan terhadap pelatihan dan peningkatan kapasitas petugas penegak hukum dan lembaga terkait untuk mengidentifikasi dan menangani kasus pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta rutin melakukan evaluasi terhadap efektivitas kebijakan tersebut dan mengikuti rekomendasi dari FATF.

"Evaluasi dan rekomendasi ini penting untuk terus meningkatkan sistem pencegahan dan penanganan terhadap pencucian uang dan pendanaan terorisme," ucap dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menandatangani Keppres Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penetapan Keanggotaan Indonesia pada Financial Action Task Force untuk menindaklanjuti hasil Rapat Pleno FATF yang menerima Indonesia sebagai anggota ke-40.

“Dengan ditandatanganinya dokumen tersebut, semakin memperkokoh komitmen Indonesia di kancah global untuk turut memerangi beragam kejahatan keuangan global yang semakin berkembang dan perlu kita cegah maupun berantas sedini mungkin,” kata Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana di Jakarta, Senin (8/4).
Baca juga: Presiden Jokowi teken Keppres Keanggotaan Indonesia di FATF
Baca juga: Polri dukung penuh keanggotaan Indonesia di FATF
Baca juga: Ekonom: Perlu langkah tindak lanjut pemerintah usai RI masuk FATF

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024