Makassar (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Selatan menyatakan tidak ada aduan/laporan yang diterimanya terkait Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel (Bahtiar Baharuddin) yang disebut-sebut dalam sidang sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK) terlibat membagikan bantuan sosial saat Pemilu 2024.

"Itu dimana kejadiannya 'kan justru tidak ada laporan (aduan ke Bawaslu) berkaitan tentang Pj Gubernur kita," ujar Anggota Bawaslu Sulsel Saiful Jihad saat dikonfirmasi wartawan di Makassar, Selasa.

Ia menuturkan sejauh ini tidak ada laporan yang masuk terkait aduan adanya Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk Pj gubernur yang membagikan bantuan sosial kepada masyarakat. Selain itu, kejadian yang disebut ada di Kabupaten Bone dan Gowa, juga tidak ada aduan/laporan yang masuk.

"Sejauh ini, kami tidak menemukan (ada pelanggaran) dan tidak ada pelaporan yang dimaksud. Jadi kita tidak tahu. Saya ikuti media, tapi tidak jelas juga bahwa Pj Gubernur Sulsel melakukan tindakan itu dimana. Saya kurang tahu itu (bagi bantuan di Bone-Gowa)," ucapnya menegaskan.

Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat (Parmas) Bawaslu Sulsel ini mengungkapkan laporan yang masuk terkait aduan dugaan pelanggaran Pemilu adalah Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.

"Yang ada (laporan) terkait pak Amran Sulaiman, kemudian (laporan) terkait dengan Zulkifli Hasan kampanye di Makassar, diklaim kampanye tanpa cuti. Tapi, ada pelaporan dari pengawas kita. Terkait cutinya di Jakarta, kita tidak tahu, tapi pelaporan kita terkait hadir kampanye iya, kita sampaikan," ungkapnya.

Untuk dugaan pelanggaran Pemilu oleh ASN yang diproses, kata dia, itu hanya ada ASN di Kabupaten Takalar, yan tidak ada sangkut pautnya dengan Pj Gubernur berkaitan dengan bagi-bagi bantuan sosial.

"Yang kita proses itu Takalar. Saya hanya khawatir jangan sampai dalam putusan itu ada kajian hukum atau apa namanya ada pendapat hakim berdasarkan pada proses yang dilakukan Bawaslu yang disampaikan ke KASN (Komisi ASN)," tuturnya.

Pria yang akrab disapa Ipul ini menjelaskan dalam kasus itu KASN menurunkan sanksinya, itu mestinya diturunkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) setempat. Untuk PPK misalnya seperti Sekretaris Daerah (Sekda) itu memutuskan adalah gubernur

"Nah, itu kemudian dipertanyakan di dalam putusan MK kemarin, bahwa sejauh mana sanksi yang diturunkan PPK terhadap ASN yang diduga melanggar netralitas. Tapi pembagian bansos yang diputuskan kemarin, hanya di Sumut (Sumatra Utara)," katanya.

Untuk dugaan pelanggaran netralitas Penjabat Bupati di Kabupaten Bone yang mengampanyekan anaknya terkait netralitas ASN, sanksinya tentu dikembalikan ke PPK atasan langsung, jadi itu yang dipertanyakan hakim di MK.

"Bagaimana tindak lanjutnya terhadap sanksi itu, karena tidak terpublikasi dengan baik, apa sanksi yang dijatuhkan masing-masing pihak tersebut, dalam hal ini tentu pak Pj gubernur yang tahu sanksinya," kata Ipul menegaskan.

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024