Alasan malamang ini dilombakan karena sekarang lamang ini semakin langka seiring dengan perkembangan zaman
Sampit (ANTARA) -
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah memanfaatkan Festival Budaya Habaring Hurung sebagai sarana untuk melestarikan kuliner tradisional, salah satunya lomba malamang (memasak lemang).
 
“Lamang merupakan warisan leluhur yang harus dijaga kelestariannya secara turun temurun. Alasan malamang ini dilombakan karena sekarang lamang ini semakin langka seiring dengan perkembangan zaman,” kata Juri Lomba Malamang, Mursi di Sampit, Rabu.
 
Malamang adalah kegiatan membuat makanan khas masyarakat suku Dayak, Kalimantan Tengah yang disebut lamang. Malamang menjadi salah satu cabang lomba pada Festival Budaya Habaring Hurung 2024 yang digelar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kotim.
 
Kegiatan dilaksanakan di halaman Museum Kayu Sampit, Jalan Siswondo Parman. Diikuti tiga kelompok peserta terdiri atas empat orang yang berasal dari masyarakat umum. Setiap kelompok menunjukkan keterampilannya dalam membuat lamang di depan dewan juri.

Baca juga: Penjualan lemang bambu srikaya meningkat selama Ramadhan

Baca juga: Ketika Sotong Pangkong-Lemang hanya hadir di bulan Ramadhan
 
Mursi menyebut lamang bukan hanya makanan khas tetapi juga sangat erat kaitannya dengan adat istiadat masyarakat suku Dayak, karena lamang merupakan salah satu komponen yang wajib dalam persembahan atau sesajen pada berbagai acara adat atau ritual, seperti upacara kematian, kelahiran, hingga panen raya.
 
Lamang juga menjadi lambang harmoni dan persatuan, karena terbuat dari berbagai bahan yang dimasak sedemikian rupa yang menjadi satu kesatuan dan menghasilkan makanan yang gurih dan nikmat.
 
“Lamang itu terbuat dari beras ketan, santan dan garam yang dimasak dengan cara dibakar menggunakan batang bambu yang dilapisi daun pisang. Itu melambangkan kehidupan bagi orang yang melaksanakan ritual,” ujarnya.
 
Sebagai putri daerah yang mencintai segala kekayaan lokal, Mursi berharap keberadaan makanan tradisional ini dapat bertahan selamanya. Namun, tren yang terjadi saat ini ia cukup khawatir, karena sangat sedikit anak-anak muda yang mau membuat lamang.
 
Melalui lomba malamang ini kesempatan bagi pemerintah daerah untuk mempromosikan dan mengedukasi masyarakat tentang cara membuat lamang dengan harapan ke depannya lebih banyak orang yang melestarikan kuliner tersebut.
 
“Mudah-mudahan tahun selanjutnya peserta lomba malamang ini lebih banyak, khususnya dari anak-anak muda, karena generasi muda merupakan garda terdepan dalam pelestarian budaya di daerah kita,” katanya.
 
Sementara itu, salah seorang peserta lomba malamang, Yustianus mengaku tertarik mengikuti lomba untuk meramaikan sekaligus memberikan dukungan kepada pemerintah daerah dalam upaya pelestarian kekayaan tradisional.
 
Sebenarnya, Yustianus bukan putra asli daerah Kotim maupun Kalimantan Tengah, tetapi berasal dari Sulawesi Barat yang menikah dengan warga suku Dayak. Namun, ia memiliki dorongan untuk turut andil dalam pelestarian kebudayaan daerah.
 
“Saya lihat generasi muda sekarang kurang minat untuk membuat lamang, jadi syukurlah ada lomba yang digelar Disbudpar ini supaya warga bisa menonton dan tau cara membuat lamang, lalu harapannya ke depan mereka ikut melestarikan,” ujar Yustianus.

Baca juga: Marandang tradisi sambut Ramadhan yang tak lekang di Ranah Minang

Baca juga: Masak lemang cara warga Aceh peringati Maulid

Pewarta: Muhammad Arif Hidayat/Devita Maulina
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024