Bandarlampung, (ANTARA News) - Kantong populasi gajah di Lampung saat ini tinggal tiga (tiga), yakni di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Taman Nasional Way Kambas, serta Hutan Lindung Register 32 dan 39 Bukit Rindingan Kabupaten Tanggamus dan Lampung Barat, ujar Kepala Dinas Kehutanan Lampung, Ir Arinal Djunaidi, di Bandarlampung, Jumat (25/8). "Tahun 80-an ada 12 kantong populasi Saat ini sembilan kantong lainnya telah musnah, termasuk gajah dan satwa lain di dalamnya akibat konversi hutan sebagai habitat gajah menjadi lahan pertanian dan perkebunan," kata dia. Gajah yang ada pun saat ini terancam habitat dan populasinya. Perambahan terus terjadi, sehingga mempersempit habitat dan ruang gerak hidupnya. Tingginya aktivitas manusia dalam habitat gajah mengakibatkan terjadinya konflik antara manusia dan gajah. Dua bulan terakhir, lanjut dia, konflik gajah dan manusia semakin mengkhawatirkan, bahkan empat jiwa manusia melayang di dalam kawasan hutan lindung di Register 32 Rindingan dan sekitarnya. Data WWF menyebutkan, hutan lindung di Register 32 pada saat ini hampir 84 persen telah berubah menjadi kebun kopi, ladang dan permukiman. Oleh karena itu, harus dihentikan dan segera dilakukan rehabilitasi hutan yang sudah rusak. Arinal menmbahkan, dugaan sementara kelompok gajah yang sering konflik adalah enam ekor gajah yang habitat aslinya berada di Hutan Lindung Register 32 dan 39 Bukit Rindingan dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. "Gajah-gajah tersebut melintas dua kabupaten dan beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Way Tenong, Sekincau, Sumberjaya, dan Suoh yang masuk wilayah Kabupaten Lampung Barat dan kecamatan Ulubelu serta Pulau Panggung, di Kabupaten Tanggamus," kata dia. Hampir seluruh kawasan hutan tersebut, sudah berubah menjadi lahan pertanian kecuali di puncak-puncak gunung yang susah dicapai dan diolah menjadi kebun. Asisten Koordinator Program Spesies WCS-IP, Donny Gunaryadi, mengatakan, jumlah populasi gajah di Lampung saat ini di Way Kambas sekitar 180-250 ekor, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, (TNBBS) sekitar 400-600 ekor,dan enam ekor di register 32. Langkah Penanganan Tim Penanggulangan konflik gajah di Lampung yang diketuai Arinal Djunaidi menyusun lima langkah penanganan konflik gajah di daerah tersebut. Pertama, melakukan monitoring pergerakan enam ekor gajah yang tersisa di Bukit Rindingan, yang juga melibatkan masyarakat, sehingga ada deteksi dini apabila ada serangan gajah maka dampak kerugian dapat dieliminasi. Kedua, penghalauan dan penggiringan gajah, kerjasama tim dan masyarakat. Ketiga, sosialisasi dan pelatihan penanganan konflik gajah di tingkat masyarakat, khususnya yang berdomisisi di daerah rawan konflik. Rencananya ada beberapa lokasi yang akan difasilitasi tim untuk diadakan pelatihan. Kemudian, melakukan survei habitat yang sesuai dan melakukan pengkajian berbagai kemungkinan upaya penanganan gangguan gajah. Keenam gajah tersebut kondisinya sudah memrihatinkan. Selain habitatnya sudah terkonversi menjadi lahan pertanian dan permukiman, kelompok gajah tersebut sulit berkembangbiak, sebab kelompok tersebut hanya ada satu ekor gajah jantan muda dan selebihnya gajah betina. "Habitat yang sesuai untuk gajah tersebut di TNBBS. Oleh karena itu, sebaiknya diupayakan translokasi ke habitat baru yang layak untuk gajah tersebut," kata Arinal lagi. Relokasi ke Pusat Latihan Gajah Way Kambas, ujarnya, merupakan langkah terakhir apabila upaya lain tidak dapat dilakukan dan sifatnya hanya sementara sebelum ditemukan habitat yang sesuai. Terakhir, pemetaan lokasi gangguan dan jalur pergerakan gajah di Lampung. Data tersebut dapat menjadi acuan bagi masyarakat untuk merencanakan sistem budidaya lahan pertanian yang tidak disukai gajah, sehingga memperkecil terjadinya gangguan atau konflik di wilayahnya.(*)

Copyright © ANTARA 2006