Beijing (ANTARA) - Mitologi China menuturkan adanya dewi di bulan bernama Chang'e yang dipuja masyarakat pada Festival Festival Pertengahan Musim Gugur (Mid-Autumn Festival) alias "Moon Festival" setiap tanggal ke-15 dan bulan ke-8 kalender Tiongkok.

"Moon Festival" pada masa modern dirayakan dengan menyantap kue bulan (mooncake), sedangkan pada masa lampau dengan menyembah bulan yang muncul pada pertengahan musim gugur, dimana masyarakat berdoa kepada Dewi Chang'e agar masa panen berjalan lancar dan hasil bumi melimpah.

Legenda Dewi Chang'e berawal dari mitos yang mengatakan dahulu ada 10 matahari di langit. Tapi, karena terlalu panas dan membuat susah manusia maka seorang pemuda bernama Houyi memutuskan untuk memanah 9 matahari dan hanya menyisakan 1 matahari di bumi.

Houyi kemudian sangat disanjung dan menjadi pahlawan. Ia pun menikah dengan seorang wanita cantik bernama Chang'e.

Pada suatu hari, seorang dewi langit memberikan Houyi ramuan ajaib yang dapat menjadikannya hidup abadi dan terbang ke surga. Sayangnya, ramuan itu hanya untuk satu orang, Houyi pun enggan meminum sendirian karena akan meninggalkan Chang'e.

Houyi kemudian menyimpan ramuan ajaib itu di rumahnya. Namun, seorang pengikutnya, Fengmeng, ingin memperoleh ramuan itu sehingga saat Houyi tidak berada di rumah, ia mengancam Chang'e untuk memberikan ramuan ajaib tersebut.

Chang'e tidak punya ide lain selain menelan ramuan itu sendiri sehingga ia pun langsung terbang dan mendarat di bulan. Sejak saat itu, Chang'e pun tinggal di bulan karena paling dekat ke bumi.

Begitu mendengar Chang'e telah tiba di bulan, masyarakat pun mendekorasi meja dupa di bawah sinar bulan, berdoa memohon keberuntungan dan kedamaian bagi Chang'e dan itulah awal dari Festival Pertengahan Musim Gugur.

Namun dengan perkembangan teknologi antariksa China, keberadaan Chang'e di bulan bukan lagi mitos karena sejak 2004 pemerintah China --dalam hal ini Badan Antariksa Nasional China (CNSA)-- meluncurkan "Chinese Lunar Exploration Program" (CLEP) atau dikenal dengan Program Chang'e yang menandai dimulainya eksplorasi bulan oleh China.
Awan hitam bergelayut di sekitar instalasi roket Long March-5 Yao-8 untuk membawa wahana antariksa Chang'e-6 di Wenchang Space Launch Center, provinsi Hainan pada Rabu (03/05) (ANTARA/Desca Lidya Natalia)


Misi Chang'e-6

Dimulai dengan peluncuran Chang'e-1 pada 24 Oktober 2007, menjadi momentum bagi China sebagai negara kelima yang meluncurkan wahana penjelajah bulan sendiri. Chang'e 1 mengorbit 200 kilometer di atas bulan untuk memetakan gambar 3D, mengukur kedalaman tanah bulan dan menjelajah linkungan bumi-bulan hingga 16 bulan.

Misi Chang'e 2 kemudian dikirim pada 1 Oktober 2010 untuk mengambil gambar Sinus Iridium (Teluk Pelangi) di bulan sebagai target lokasi pendaratan misi selanjutnya.

Misi Chang'e 3 diberangkatkan pada 2 Desember 2013 dengan wahana penjelajah bulan pertama yaitu Yutu (kelinci giok) dan berhasil mendarat di bulan pada 14 Desember 2013 untuk membuat profil geologi bulan.

Selanjutnya misi Chang'e-4 diluncurkan pada 8 Desember 2018 ke bulan dan berhasil melakukan pendaratan lunak di kawah Von Karman.

Misi Chang'e 5 kemudian diluncurkan pada 24 November 2020 dan kembali pada 17 Desember 2020 untuk membawa contoh tanah dan debu dari sisi dekat bulan.

Barulah pada 3 Mei 2024 pukul 17.27 waktu setempat, dari Wenchang Space Launch Site, Provinsi Hainan, roket pembawa Long March-5 Yao-8 menerbangkan misi Chang'e-6 menuju sisi jauh bulan.

Sekitar 10 menit menjelang peluncuran, awan hitam datang dan hujan lebat turun sehingga ratusan orang yang mendapat undangan khusus dan berkumpul di halaman gedung 505 di dalam kompleks Wenchang Space Launch Site mengembangkan payung dan sulit untuk melihat jelas instalasi roket.

Masyarakat China dan khususnya di Provinsi Hainan memang antusias menyambut peluncuran tersebut. Kemacetan bahkan terjadi hingga sekitar 5 kilometer menuju tempat peluncuran karena masyarakat banyak yang memarkirkan mobilnya untuk melihat peluncuran Chang'e 6 --meski dari kejauhan karena tidak punya undangan untuk masuk ke kompleks Wenchang Space Launch Site.
Masyarakat berkumpul di sekitar Gedung 505 di Wenchang Space Launch Center menjelang peluncuran misi Chang'e-6 di kota Wenchang, provinsi Hainan pada Rabu (03/05) (ANTARA/Desca Lidya Natalia)


Beberapa detik menjelang, saat hujan deras masih turun terdengar suara hitung mundur dan  tepat pukul 17.27 api keluar dari roket Long March-5 Yao-8 menembus hujan dan menimbulkan suara gemuruh yang menggetarkan sekaligus menghadirkan pertunjukan "bola api" yang meluncur ke angkasa.

Roket Long March-5 Yao-8 sendiri adalah roket pembawa berdaya dorong tinggi generasi terbaru. Diameternya adalah 5 meter, total Panjang mencapai 57 meter, berat saat lepas landas 870 ton, daya dorong saat lepas landas lebih ari 1.000 ton dan daya dorong di orbit bumi hingga 25 ton.

Roket itu akan membawa misi Chang'e-6 ke orbit bumi dan bulan, selanjutnya memisahkan diri di jarak 380 ribu kilometer dari bumi. Chang'e-6 kemudian ditargetkan mendarat di lokasi bernama South Pole Aitken Basin yaitu kawah berdiameter sekitar 2.400 kilometer di sisi jauh bulan. Kawah itu disebut sebagai yang terbesar dan tertua di bulan.

Misi Chang'e-6 bertugas untuk mengumpulkan sebanyak 2 kilogram sampel batuan dari sisi jauh bulan, tempat manusia belum pernah mengambil sampel apapun, dengan harapan dapat menyingkapkan sejarah tata surya, aktivitas vulkanik di sisi jauh bulan hingga evolusi geologis bulan.

Misi Chang'e-6 terdiri dari wahana pengorbit (orbiter), wahana pendarat (lander), wahana penjelajah (ascender) dan wahana untuk kembali ke bumi (reentry module). Chang'e-6 juga dilengkapi dengan kamera pendaratan, kamera panorama, penganalisis spektrum mineral, detektor struktur tanah bulan dan sistem tampilan bendera nasional.

Pengumpulan sampel dilakukan dengan pengeboran dan ekstraksi permukaan serta mengambil struktur dangkal di permukaan bulan, komponen material dan pemetaan topografi bulan.

Karena lokasi pendaratan akan dilakukan di sisi jauh bulan, tidak dimungkinkan untuk berkomunikasi langsung dengan stasiun darat di bumi, sehingga dukungan komunikasi relai diberikan dari satelit Queqiao-2.

Total waktu pelaksanaan misi Chang'e-6 adalah selama 53 hari dengan durasi pengambilan sampel di sisi jauh bulan "hanyalah" 14 jam karena keterbatasan waktu komunikasi radio di sisi jauh bulan.

Komunikasi dengan Chang'e-6 juga dilakukan melalui satelit relai Queqiao-2 yang mengorbit di jarak 300 kilometer dari titik terdekat bulan. Satelit itu tidak hanya memiliki kemampuan untuk mengirimkan data untuk penyelidikan bulan, tetapi juga membawa muatan seperti kamera ultraviolet canggih dan instrument penangkap atom netral untuk melakukan misi eksplorasi ilmiah.

Tantangan utama misi Chang'e-6 memang terletak di kemampuannya untuk dapat sukses mengambil sampel dari sisi jauh bulan (sisi yang tidak kelihatan dari bumi).

"Harus dikatakan bahwa sejauh ini, manusia telah melakukan 10 kali pengambilan sampel dari bulan namun berasal dari sisi dekat bulan, sehingga meski sulit, proyek Chang'e-6 ini harus dilakukan karena dapat berdampak signifikan untuk perkembangan ilmu pengetahuan," kata anggota tim Chang'e-6 GE Ping dari "Lunar Exploration and Space Engineering Center" milik China.

Pengambilan sampel Chang'e-6 akan dilakukan di bagian yang lebih tua dibandingkan pengambilan sampel oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet dulu dilakukan di lokasi dengan usia geologis 3 miliar tahun.

Sampel yang dibawa Chang'e-5 pada 2020 usia geologisnya sekitar 2 miliar tahun, sedangkan untuk misi Chang'e-6 sample diperkirakan 3 miliar tahun.

GE Ping juga mengatakan China berharap dapat memperkuat kerja sama engan mitra internasional di bidang antariksa karena negara-negara perlu untuk menjelajahi, mengembangkan dan memanfaatkan luar angkasa secara damai.

Kolaborasi agensi antariksa

Misi Chang'e-6 juga didukung instrumen dan ahli dari negara-negara lain agar dapat mengungkap sejarah pembentukan bulan yang masih menjadi misteri bagi umat manusia.

Organisasi luar pertama yang ikut bekerja sama dalam misi Chang'e-6 adalah Badan Antariksa Eropa (European Space Agency atau ESA) dengan instrumen Negatif Ions at the Lunar Surface" (NILS).

NILS sendiri ditujukan untuk menguji permodelan ion negatif di permukaan bulan.

"Bulan tidak memiliki medan magnet, ketika angin matahari mengenai bulan sehingga menghamburkan partikel-partikel di permukaan bulan, teori kami adalah akan ada ion negatif yang dikeluarkan karena angin matahari di permukaan bulan itu," kata Manajer Proyek NILS Neil Melville di Haiko, Provinsi Hainan, China, pada Jumat (3/5).
Asap sisa pembakaran saat peluncuran misi Chang'e-6 di Wenchang Space Launch Center kota Wenchang, provinsi Hainan pada Rabu (03/05) (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

Jika ada ion negatif di permukaan bulan, maka artinya ia dapat mengukur oksigen, hidrogen, rasio, masa hidup serta membuat karakter lingkungan di bulan.

"Dan bahkan jika kita tidak menemukan ion negatif itu, mak tetap akan memberi kami informasi soal permukaan bulan, plasma, ion, jenis material apa yang ada di sana," ungkap Neil.

Pada akhirnya, bila manusia dapat pergi ke bulan dengan mesin yang lebih kompleks dan ingin tinggal di bulan maka pemahaman soal lingkungan bulan sangatlah penting.

"Menurut saya eksplorasi luar angkasa mendorong kita untuk sama-sama mengakui bahwa bumi hanyalah satu dan manusia juga adalah satu spesies yang menjadi satu kesatuan, saat ini kita melanjutkan perjalanan yang masih di tahap wal untuk mengeksplorasi alam semesta, kita perlu berkolaborasi," tambah Neil.

Organisasi lain yang ikut bekerja sama adalah "Institut De Recherche en Astrophysique et Planetologie" (IRAP) dari Prancis dengan instrumen "Detection of Outgassing RadoN" (DORN) yaitu instrumen pendeteksi isotop rodon di permukaan bulan.

"Instrumen ini telah kami kembangkan selama empat tahun terakhir sebagai instrumen untuk mengukur gas radioaktif yang bernama radon yang dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana kondisi atmosfer tipis yang mengelilingi bulan," kata Kepala Proyek DORN Pierre-Yves Meslin.

Kegunaan lain DORN adalah untuk mengetahui bagaimana gas berpindah dari sisi tengah bulan ke kutubnya karena di kutub bulan ada semacam es beku yang belum diketahui sejarah pembentukannya, sehingga gas radon berguna untuk mengetahui karakter permukaan bulan dan bagaimana partikel-partikel bermigrasi di permukaan bulan maupun untuk memahami debu isotop di bulan.

Meslin menyebut misi Chang'e-6 adakan kerja sama pertama antara China dan Prancis untuk mengirimkan instrumen keluar bumi. Ia juga mengaku terkesan dengan kerja cepat China dalam bidang antariksa khususnya penjelajahan bulan.

"Sangat mengesankan bagi kami bahwa mereka bisa melakukan hal itu dan sebenarnya itu masih menjadi sebuah misteri bagi kami bagaimana China mampu mengembangkan program yang begitu ambisius dan sukses dalam waktu yang singkat tanpa kegagalan apa pun, jadi ya, kami terkesan dengan kemajuan yang sangat cepat ini," ungkap Meslin.

Masih ada juga kerja sama dengan Badan Fisika Nuklir Italia (National Institute for Nuclear Physics atau INFN) untuk menyediakan reflektor laser saat pendaratan (Instrument for landing - Roving laser Retroreflector Investigations) serta satelit kecil dari Badan Antariksa Pakistan bernama ICUBE-Q Cubesat yang membawa kamera optik ganda untuk memotret permukaan bulan.

Meski misi antariksa rumit, China sudah membuat rencana melanjutkan misi penjelajahan bulan menggunakan wahana Chang'e-7 untuk mengeksplorasi kutub selatan bulan dan mencari sumber air di bulan dengan rencana diluncurkan pada 2026.

Sedangkan misi Chang'e-8 akan diluncurkan pada 2028 dan melanjutkan misi Chang'e-7 untuk membangun mode dasar stasiun penelitian di kutub selatan bulan termasuk mendirikan berbagai instrument eksplorasi seperti wahana pengorbit (orbiter), wahana pendarat (lander), wahana penjelajah (rover), dan wahana terbang mini (mini-flying probe).

Melihat perkembangan tersebut, baik Dewi Chang'e maupun misi Chang'e tampak masih akan terus disambut dan dinantikan oleh masyarakat China maupun dunia.
 

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024