Jakarta (ANTARA News) - Komisi VIII DPR RI dan Kementerian Agama menilai, Kementerian Keuangan menjadi salah satu penyebab adanya petugas pencatat pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) tersandung persoalan hukum karena menerima uang saat menikahkan orang di luar jam kantor.

Anggota Komisi VIII RI, Hidayat Nurwahid mengungkapkan, maraknya protes dari petugas KUA karena tersangkut masalah hukum bukan persoalan sederhana dan bukan semata-mata kesalahan dari Kementerian Agama.

Pasalnya, dalam rapat kerja sebelumnya sudah ada kesepakatan antara Komisi VIII dengan Kementerian Agama untuk memprioritaskan anggaran dalam APBN 2014 untuk gaji guru dan tunjangan petugas KUA.

"Ternyata kesepakatan ini tidak disetujui oleh Kementerian Keuangan sehingga belum ada solusi bagi persoalan ini," kata Hidayat dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.

Menurut Hidayat, harus ada keputusan berani dari Kementerian Agama untuk mengatasi hal ini, apakah merestui permintaan para penghulu yang tidak mau menerima pekerjaan di luar jam kerja dan kantor menjadi kebijakan nasional dengan segala konsekuensinya.

Atau Kementerian Agama memberikan insentif bagi para petugas pencatat pernikahan. "Ini harus segera diputuskan agar tidak ada petugas KUA yang ditangkap lagi," imbuhnya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Anggota Komisi VIII DPR RI lainnya, Asep Ahmad Maoshul Affandy. Menurutnya, selain pembicaraan dengan Kementerian Keuangan, pihak Kementerian Agama juga harus duduk bersama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membahas definisi dari gratifikasi.

Dengan demikian, akan terjawab apakah pemberian uang kepada petugas KUA yang melayani pencatatan nikah di luar jam kerja dan kantor termasuk dalam golongan gratifikasi.(*)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013