Karawang (ANTARA) - Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi dan merupakan salah satu hak asasi warga negara yang dijamin Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Hal tersebut juga ditegaskan melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi.

Dalam peraturan pemerintah tersebut, penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan.

Ketahanan pangan ini meliputi tiga aspek, yakni ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan.

Ketersediaan pangan ditempuh melalui produksi dalam negeri sebagai sumber utama, kemudian impor pangan, dan cadangan pangan. Keterjangkauan pangan meliputi aspek fisik dan ekonomi oleh seluruh masyarakat, sedangkan pemanfaatan pangan bertujuan meningkatkan kualitas konsumsi pangan dan gizi, termasuk pengembangan keamanan pangan.

Kabupaten Karawang dan Purwakarta merupakan daerah penghasil pangan atau sentra pangan di Jawa Barat yang hampir setiap tahun mengalami surplus beras.

Bupati Karawang Aep Syaepulof menyatakan  rata-rata produksi gabah per tahun di daerahnya mencapai 1.321.311 ton gabah kering panen dari total luas lahan sawah 94.538 hektare.

Adapun konsumsi beras di Karawang mencapai 220.644 ton beras setara 441.288 ton gabah kering panen per tahun. Jika satu penduduk mengonsumsi 6,81 kilogram per bulan dan dikalikan 12 bulan dan 2,7 juta penduduk yang tinggal Karawang, maka rata-rata ada surplus 923.288 ton gabah kering panen setiap tahun.

Adapun di Purwakarta, menurut data Dinas Pangan dan Pertanian Purwakarta, dalam rentang waktu 5ctahun terakhir (2018 -- Juli tahun 2023), produksinya mencapai 1.465.402 ton gabah kering giling.

Jumlah gabah sebesar itu jika dikonversikan beras bisa mencapai 940.208 ton setara beras. Sementara jumlah kebutuhan beras masyarakat Purwakarta dalam lima tahun mencapai 486.334 ton sehingga ada surplus beras 453.874 ton.

Sektor pertanian di wilayah Karawang dan Purwakarta memang perlu diperhitungkan demi mewujudkan ketahanan pangan nasional. Artinya, produksi padi di daerah tersebut harus terjaga.

Namun ada kekhawatiran para petani di wilayah Karawang dan Purwakarta setiap memasuki musim kemarau karena pasokan air untuk mengairi areal persawahan berkurang.

Kondisi kesulitan air ini tidak hanya dialami oleh petani di wilayah Karawang selatan yang merupakan areal sawah tadah hujan, tapi juga para petani yang mengandalkan saluran irigasi.

Di daerah lumbung pangan Karawang, saluran irigasi memanjang hingga ribuan kilometer, dari titik perbatasan Karawang-Purwakarta, Karawang-Subang, hingga ke muara sungai di wilayah pesisir utara Karawang.

Adapun panjang saluran irigasi primer di Karawang mencapai 78,97 kilometer dengan 50 persen kondisinya baik, sedangkan sisanya perlu perbaikan. Kemudian panjang saluran sekunder 451,41 kilometer, 70 persen lebih kondisinya bagus, sisanya perlu perbaiki.  Selanjutnya panjang saluran tersier mencapai 1.525,44 kilometer, 32 persen kondisinya bagus, sedangkan sisanya ada yang sedang diperbaiki dan masih menunggu perbaikan.

Di Purwakarta terdapat 64 daerah irigasi yang mendukung sektor pertanian, yang terdiri atas saluran irigasi tersier sepanjang 91,675 km dan saluran irigasi sekunder sepanjang 38,258 km. Kondisi saluran irigasi di Purwakarta kondisinya bervariasi, namun secara umum butuh perbaikan mengalami penyempitan dan pendangkalan.

Dari kondisi jaringan atau saluran irigasi tersebut maka kesulitan air yang dihadapi sebagian petani saat kemarau itu bukan semata-mata karena pasokan air yang mengalir di saluran irigasi berkurang, melainkan karena air di saluran irigasi tersendat akibat mengalami pendangkalan dan penyempitan.

Air yang mengalir ke saluran irigasi di wilayah Karawang dan Purwakarta berasal dari Waduk Jatiluhur. Catatan dari Perusahaan Jasa Tirta II Jatiluhur, jumlah air yang dialirkan ke saluran irigasi pada musim kemarau itu mencukupi untuk memenuhi kebutuhan petani mengairi sawahnya.

Namun jumlah air yang terdistribusi mengalami penyusutan karena kondisi saluran irigasi banyak yang mengalami pendangkalan dan penyempitan. Oleh karena itu pada musim kemarau areal sawah yang lokasinya di ujung atau berjarak jauh dari saluran irigasi tidak kebagian air.

Karena itu tak ada cara lain untuk mengatasi kesulitan air saat musim kemarau selain melakukan normalisasi saluran irigasi secara total, dari hulu ke hilir secara berkesinambungan.

Selain normalisasi, khusus mengatasi saluran irigasi sekunder dan tersier, pemerintah daerah harus berani membongkar bangunan liar di daerah aliran sungai serta menertibkan bangunan liar yang berada tepat di atas saluran irigasi. Beragam sampah yang dihasilkan dari bangunan liar itu ikut mempercepat pendangkalan dan penyempitan saluran irigasi.


Perbaikan saluran irigasi

Normalisasi atau perbaikan saluran irigasi mutlak harus dilakukan mengingat penting dan manfaatnya saluran irigasi terhadap sektor pertanian. Menjaga saluran atau jaringan irigasi berarti juga menjaga ketahanan pangan, apalagi bagi daerah-daerah penghasil padi.

Karena kondisi saluran irigasi terganggu, selama ini para petani Karawang dan Purwakarta harus mengoperasikan pompa untuk menyedot air dari saluran irigasi menuju areal sawah mereka.

Perawatan saluran irigasi selama ini memang telah dilakukan oleh Pemerintah, dengan menurunkan alat berat ke sejumlah titik saluran irigasi, guna mengatasi penyempitan dan pendangkalan saluran. Bahkan di Karawang, pemerintah daerah setempat membongkar  bangunan liar di atas saluran irigasi, di antaranya di bantaran saluran irigasi yang masuk wilayah Kecamatan Batujaya.

Beberapa wilayah di Karawang yang irigasinya terganggu akibat bangunan liar, memang perlu dilakukan pembongkaran, seperti yang telah dilakukan di sekitar Kecamatan Cibuaya dan wilayah Batujaya.

Air yang mengalir lancar pada musim kemarau menuju areal persawahan itu bakal menjaga ketahanan pangan sekaligus menjadi insentif bagi petani dalam meningkatkan produksi padi.

Editor: Achmad Zaenal M

 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024