"Tentu aspirasi KJPP ini akan kami teruskan ke DPR Pusat karena mereka yang yang menyusun ini di DPR RI,"
Makassar (ANTARA) -
Jurnalis Perempuan di Sulawesi Selatan yang tergabung dalam Organisasi Ruang Jurnalis Perempuan (RJP) menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran dan hasil pemilihan komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan periode 2024-2027.
 
Tuntutan penolakan itu disampaikan pada aksi damai yang digelar KJPP di Gedung DPRD Sulsel, Makassar, Rabu.
 
Ketua RJP Makassar, Sulsel Rahma Amin menyebut RUU Penyiaran yang tengah digodok di DPR RI terlihat serba terburu-buru, tanpa melibatkan dan mendengar aspirasi organisasi masyarakat sipil yang dipastikan hanya akan merugikan perempuan ketika RUU Penyiaran ditetapkan menjadi UU.
 
"Kita tahu bersama siaran televisi konvensional yang kita tonton tidak menyajikan itu selama ini, harusnya itu yang direvisi, bukan memperluas sensor yang menjadi kebutuhan perempuan di media sosial, tapi siaran TV konvensional selama ini kurang mendidik," ujar dia.
 
Rahma menjelaskan konten-konten edukasi yang diproduksi di media sosial terkait hak-hak kesehatan reproduksi, dan penanganan kekerasan seksual yang menjadi sumber informasi perempuan nantinya akan turut diawasi oleh KPI.
 
Menurutnya, tontonan di media sosial yang menjadi sumber alternatif perempuan memperoleh informasi dan edukasi terkait masalah seksualitas dan hak kesehatan reproduksi akan dibatasi.
 
Sementara terkait hasil seleksi tujuh Komisioner KPID Sulsel, Rahma mengkritik tidak seimbangnya proporsi keterwakilan perempuan.
 
Menurutnya penting melibatkan lebih banyak perempuan di dalam setiap lembaga negara, termasuk KPID. Tujuannya untuk memastikan produk penyiaran ke depan tidak maskulinitas.
 
"Dari tujuh anggota komisioner, hanya satu perempuan di dalam. Harusnya bisa lebih diperbanyak dua atau tiga minimal, agar tercipta keadilan gender," ujarnya.
 
Sementara dalam orasinya, perwakilan RJP Rubi Sudikio menyoroti kekhawatiran terhadap masa depan lembaga penyiaran yang terancam oleh rekrutmen komisioner tanpa latar belakang penyiaran.
 
"Kepedulian kami terhadap masa depan lembaga penyiaran, yang pada tahun ini proses rekrutmen komisioner KPID Sulawesi Selatan periode 2024-2027 tidak diisi oleh komisioner yang memiliki latar belakang penyiaran," ujar Rubi.
 
Rubi mengungkapkan bahwa sejak periode pertama KPID Sulsel terbentuk pada 2004-2007, komisioner yang terpilih memiliki rekam jejak yang kuat di bidang penyiaran.
 
Hal ini, menurutnya, sangat membantu menjaga integritas lembaga penyiaran di Sulawesi Selatan. Berbeda dari hasil seleksi komisioner KPID Sulsel periode 2024-2027 yang baru-baru ini diumumkan oleh Komisi A DPRD Sulsel, sebab dinilai minim kapabilitas.
 
"Padahal sejak periode pertama terbentuknya KPID Sulawesi Selatan periode 2004-2007 lalu, rekam jejak beberapa komisioner terpilih memiliki latar belakang penyiaran, hingga sangat membantu menjaga marwah lembaga penyiaran," tambahnya.
 
Ia menegaskan bahwa fungsi KPID Sulsel sebagai regulator dalam mengontrol undang-undang terkait penyiaran harus terus dijalankan oleh mereka yang berkompeten di bidang tersebut.
 
Rubi menyebutkan bahwa pada periode 2020-2023, komisioner yang berlatar belakang penyiaran dari televisi maupun radio telah menjalankan tugasnya dengan baik.
 
Menanggapi hasil uji kepatutan dan kelayakan yang dikeluarkan oleh dewan, Rubi dan organisasinya menolak tujuh nama komisioner terpilih yang dinilai tidak memenuhi kriteria tersebut. Mereka menuntut agar proses uji kelayakan dan kepatutan diulang dan dilakukan secara terbuka.
 
"Kami menolak tujuh nama tersebut untuk duduk sebagai komisioner terpilih dari hasil uji kepatutan dan kelayakan yang dikeluarkan oleh pihak dewan yang terhormat, dan kami meminta uji kelayakan dan kepatutan kepada diulang dan dilakukan secara terbuka," kata Rubi.
 
Mereka juga menyuarakan pentingnya memperhatikan kepentingan perempuan terkait kebebasan berekspresi, akses informasi, dan edukasi isu-isu seksualitas yang harus diatur dengan bijaksana dalam undang-undang penyiaran.
 
Koalisi Jurnalis Peduli Penyiaran tergabung dari berbagai organisasi jurnalis yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulsel, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Makassar, Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulawesi Selatan, dan komunitas Ruang Jurnalis Perempuan (RJP).

Para jurnalis diterima Wakil Ketua DPRD Sulsel Syaharuddin Alrif. Dia menanggapi penolakan RUU Penyiaran dengan rencana menindaklanjuti hal tersebut untuk disampaikan ke DPR Pusat. 

"Tentu aspirasi KJPP ini akan kami teruskan ke DPR Pusat karena mereka yang yang menyusun ini di DPR RI," ujarnya.

Sementara menanggapi penolakan terkait anggota KPID Sulsel, Syahruddin menyebutkan bahwa keputusan yang telah diumumkan oleh Komisi A DPRD Sulsel belum final.

Menanggapi aspirasi KJPP, Syahruddin akan kembali melakukan pertemuan dengan KJPP untuk membahas hal ini.
 
Koalisi Jurnalis Peduli Penyiaran (KJPP) saat melakukan tuntutan penolakan RUU Penyiaran dan hasil pemilihan komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan periode 2024-2027 di Gedung DPRD Sulsel, Makassar, Rabu (22/05/2024). ANTARA/Dok.KJPP

Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024