Banda Aceh (ANTARA News) - Lebih 20.000 hektar tanaman kopi arabika milik rakyat di wilayah dataran tinggi "Tanah Gayo" Aceh Tengah dan Bener Meriah dilaporkan kini terbengkalai karena ditinggalkan petani selama masa konflik. "Sebagian besar dari tanaman kopi yang terbengkalai itu sudah menghasilkan, tapi kini tidak berproduksi lagi karena sebagian sudah mati akibat lama tidak terawat," kata Direktur Perusahaan Daerah (PD) Genap Mupakat, Ir. Taufik MS, di Banda Aceh, Kamis. Perusahaan yang selama ini menampung kopi rakyat dari kedua daerah itu untuk kebutuhan ekspor kini terus melakukan pendekatan dengan para petani kopi agar mereka merawat kebunnya secara baik untuk kesejahteraan mereka. "Tanah Gayo" yang mencakup Aceh Tengah dan Bener Meriah merupakan daerah penghasil kopi arabika di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan total produksi setiap musim panen antara 35.000-40.000 ton dengan luas areal 70.000 hektare. Dari keseluruhan tanaman kopi rakyat di kedua daerah itu, sekitar 40 persen di antaranya tidak menghasilkan lagi, selain karena faktor usia yang memerlukan peremajaan juga sebagian tanaman kebun rakyat sudah mati ataupun masih terlalu muda. "Produktivitas kebun kopi arabika milik petani Aceh Tengah dan Bener Meriah masih bisa ditingkatkan, dari selama ini rata-rata antara 700-800 kilogram per hektare hingga menjadi di atas 1.000 kilogram, namun perlu ditangani secara baik," katanya. Untuk dapat meningkatkan produksi kopi rakyat di kedua daerah itu, selain tanaman tua perlu diremajakan kembali juga penanganan terhadap tanaman yang sudah menghasilkan harus dilakukan secara lebih baik, termasuk perawatan kebun secara intensif. "Yang jelas, produktivitas kopi arabika di Aceh Tengah dan Bener Meriah saat ini dianggap masih rendah serta masih mungkin ditingkatkan lagi," tambah Taufik. Menurut Taufik, upaya rehabilitasi kebun kopi arabika yang terlantar kini sedang dirintis sebuah lembaga bernama "Forum Kopi Aceh (FKA)" atas sponsor badan PBB program pembangunan (UNDP) untuk mencari donatur. Pihak UNDP sedang mencari donatur yang bersedia memberikan dana bagi keperluan rehabilitasi dan pengembangan terhadap tanaman kopi yang sudah rusak, guna meningkatkan produksi kopi rakyat di Aceh Tengah dan Bener Meriah. "Sekarang baru sebatas pembicaraan dan pendataan lapangan dan dalam waktu dekat akan dilakukan beberapa tindakan, termasuk meningkatkan kembali kebun percontohan kopi arabika di Bener Meriah menjadi balai penelitian kopi Aceh," katanya. Perkembangan harga kopi arabika di pasaran lokal "Tanah Gayo" dalam sepekan terakhir ini telah menurun karena sedang di luar musim panen, yakni sekitar Rp20.000 per kilogram, dari sebelumnya mencapai Rp25.000/kg. "Saya memperkirakan musim panen akan berlangsung sekitar pertengahan atau akhir September 2006 sehingga sebagian petani kini menahan stok menunggu membaiknya kembali harga pada awal musim panen mendatang," demikian Ir. Taufik MS.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006