Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran berpotensi melanggengkan diskriminasi terhadap perempuan, kelompok minoritas lainnya, dan masyarakat yang memiliki kerentanan menjadi korban kekerasan berbasis gender.

"Ketentuan ini memperkecil ruang demokrasi dan diskriminatif terhadap kelompok rentan yang kontradiktif dengan semangat untuk melindungi kelompok rentan," kata Anggota Komnas Perempuan Veryanto Sitohang dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Baca juga: Jurnalis Perempuan di Sulsel menolak RUU Penyiaran

RUU Penyiaran juga dinilai menghalangi kebebasan berekspresi dan mengandung makna yang ambigu serta rentan mengkriminalisasi pendapat, ekspresi perempuan, dan perempuan pembela HAM.

"Soal sejauh mana aturan ini menjangkau platform digital juga bisa berpeluang mengkriminalisasi perempuan pembela HAM atau akun-akun lembaga layanan/pendamping atau pemengaruh kritis atau content creator yang mengekspresikan pendapatnya terkait isu HAM dan hak asasi perempuan di platform Youtube atau media sosial lainnya," kata Veryanto Sitohang.

Baca juga: Dewan Pers pertanyakan RUU Penyiaran sementara presiden hormati pers

Menurut dia, isi dan konten siaran yang mengandung kesopanan, kepantasan, dan kesusilaan sebagaimana tertera pada RUU Penyiaran bisa memunculkan standar ganda dan akan membatasi kebebasan berekspresi masyarakat terutama perempuan yang dalam masyarakat patriarki dikonstruksikan sebagai 'penjaga moral'.

Komnas Perempuan mencatat sering kali pengungkapan kasus kekerasan berbasis gender atau kekerasan menyasar kelompok rentan terbantu dengan adanya jurnalistik investigasi, seperti The Jakarta Post dan Tirto bekerja sama dengan media lokal dari Papua, Tabloid Jubi, melakukan investigasi kerusuhan di Wamena pada 2018.

Baca juga: Imin: RUU Penyiaran harus serap aspirasi masyarakat dan insan media

Selanjutnya ada Tirto, The Jakarta Post, Vice Indonesia, dan BBC Indonesia berkolaborasi dalam investigasi kasus-kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi dan menyuarakan tagar nama baik kampus yang ikut berkontribusi terhadap pengungkapan kasus kekerasan seksual di kampus dan kebijakan seperti Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 dan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024