Jambi, (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia sampai kini masih mempertahankan paradigma lama dalam pengelolaan lingkungan hidup baik itu berdimensi ekonomi lingkungan maupun berdimensi penyangga kehidupan. Pengamat lingkungan hidup Jambi, Syamsul Bahri, Jumat (1/9) mengatakan, kecenderungan mempertahankan paradigma lama mengelola lingkungan hidup dengan pemikiran ekonomi orientasi bisnis untuk kepentingan pengusaha. Kepentingan itu lebih diperparah pada era otonomi daerah yang ramai mencari uang melalui peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) yang dilakukan semua daerah di Indonesia. Untuk meningkatkan PAD justru sebagian besar ke kawasan hijau membangun industri, perkebunan, pertambangan, bahkan seperti di Kabupaten Kerinci, Jambi ada keinginan masyarakat membangun jalan dengan memotong kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Berbagai alasan sebagian pemerintah daerah di Indonesia kini seakan keberadaan taman nasional di daerahnya menjadi penghambat pembangunan. Padahal pembangunan fisik harus memperhatikan dan mempertimbangkan kelestarian lingkungan udara, air, lahan, keanekaragaman hayati yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan. Eksploitasi hutan dan membuka perkebunan skala besar telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan berbagai peristiwa bencana alam banjir dan longsor seharusnya menjadi pelajaran dan membuang pemikiran ekonomi paradigma merkantilisme dan neo klasik, kata Syamsul yang selama ini berkecimpung dalam pelestarian lingkungan kawasan TNKS Kabupaten Kerinci. Pemerintah sudah seharusnya berpatokan pada konsep pembangunan berkelanjutan ekologis, ekonomi, sosial budaya, politik, pertahanan dan keamanan. Apabila kondisi ini tidak diperbaiki, tentu keberlanjutan generasi yang akan datang akan hancur, dan jangan mewariskan penderitaan pada generasi mendatang, serta harus ingat hanya ada satu bumi dan tragedi bumi.(*)

Copyright © ANTARA 2006