Waktu kenaikan sangat tidak mempertimbangkan daya beli masyarakat yang baru saja `pulih` dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)."
Bandarlampung (ANTARA News) - Pemerintah pusat diminta untuk mengkaji ulang kenaikan elpiji 12 kilogram karena dikhawatirkan dapat menunjang peralihan konsumsi masyarakat pada elpiji bersubsidi, kata Bupati Lampung Barat Mukhlis Basri.

"Susahnya mendapatkan elpiji 12 kilogram serta kenaikan harga yang sangat signifikan dikhawatirkan peralihan penggunaan bahan bakar tersebut," ujarnya di Bandarlampung, Senin.

Salah satunya, menurut dia peralihan penggunaan elpiji 12 kg ke elpiji bersubsidi akan terjadi secara besar-besaran.

Dengan demikian, maka penggunaan elpiji bersubsidi dikhawatirkan tidak lagi bisa dinikmati oleh rakyat kecil yang memang membutuhkan bahan bakar itu sebagai kebutuhan pokok.

Ia mengharapkan, pemerintah pusat dapat meninjau ulang terkait kenaikan elpiji 12 kilogram yang hampir 100 persen karena dinilai tidak rasional.

"Memang elpiji 12 kilogram tidak disubsidi karena penggunanya sebagian besar bukan rakyat kecil. Namun, tidak realistis pula menaikkan elpiji yang semula berkisar Rp80 ribu naik hingga kisaran Rp140 ribu," kata dia.

Ia melanjutkan, elpiji merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga dengan adanya peningkatan tersebut akan menyebabkan kesulitan bagi mereka.

Bupati Lampung Barat menilai keputusan mengenai kenaikan gas per 1 Januari lalu sangat tidak tepat. "Waktu kenaikan sangat tidak mempertimbangkan daya beli masyarakat yang baru saja pulih dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)," ujar Bupati asal PDI Perjuangan itu.

Apabila dipukul lagi akan sangat memberatkan, sehingga dapat menimbulkan gejolak di tingkatan masyarakat khususnya kalangan menengah ke bawah.

Seharusnya, Mukhlis menambahkan, kenaikan bahan bakar gas tersebut dapat dibicarakan terlebih dahulu sebelum ditetapkan karena akibatnya akan berpengaruh pada kehidupan dan kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah. (AS*A054)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014