Brussels (ANTARA News) - Tekanan kepada negara-negara Eropa untuk mempertimbangkan pembentukan suara tunggal dalam organisasi Dana Moneter Internasional (IMF) semakin meningkat setelah lembaga itu berencana memberikan peranan lebih besar pada kekuatan ekonomi baru. Para ekonom mencatat bahwa negara Eropa kecil seperti Belgia, Belanda, dan Swedia selama ini telah menikmati porsi suara yang lebih besar daripada negara berkembang besar seperti Brazil, China, dan India. Jean Pisani-Ferry, Direktur BRUEGEL, sebuah lembaga kajian yang bermarkas di Brussels, Belgia, mengatakan negara-negara Eropa akan lebih baik jika menerima keinginan IMF sekarang, daripada harus menerima keputusan lain yang lebih tidak menguntungkan nantinya. "Jika Eropa menunda, mereka akan dipaksa melakukan reformasi," katanya. Dewan direktur IMF sepakat untuk memperbaiki lembaga itu dengan memberikan porsi lebih besar kepada negara-negara berkembang, akibat terjadi pergeseran keseimbangan kekuatan dalam ekonomi global. Berdasarkan inisiatif itu, China, Korea Selatan, Turki, dan Meksiko akan menikmati porsi suara yang lebih besar, sebagai bagian dari program reformasi IMF dalam dua tahun ke depan, kata Direktur Pelaksana IMF, Rodrigo Rato di Tokyo, Jumat. Meski telah menjadi kekuatan ekonomi dunia yang baru, suara China saat ini kurang menentukan dibandingkan dengan kombinasi Belgia dan Belanda. Rato mengumumkan formula baru untuk kuota suara pada Jumat lalu di Tokyo, yang dinilai dari kekuatan ekonomi dan keterbukaan suatu negara, walaupun parameter yang lebih detil belum diputuskan. Kuota baru itu menentukan besar pengaruh sebuah negara anggota pada IMF melalui hak voting dan akses ke pembiayaan, yang saat ini mencapai 28 miliar dolar AS (outstanding pinjaman kepada 74 negara). "Eropa sebenarnya sangat kuat, namun mereka terpecah sehingga suara mereka kurang berpengaruh," ungkap sebuah sumber yang dekat dengan Bank sentral Belgia. Senada dengan pernyataan tersebut, Pisani Ferry mengatakan seperti AS, Eropa dikenal "kurang memiliki kepemimpinan dan tidak mampu menerima tanggung jawab global". Sumber tersebut juga menyebutkan bahwa tekanan kepada beberapa negara kecil untuk melepas pengaruh mereka telah membayangi masalah yang lebih penting, yaitu bagaimana IMF memfungsikan dewan direktur mereka, kekuatan negara G7 dan satu negara yang sangat dominan, AS. Meski IMF jarang mengambil keputusan berdasarkan voting, AS sangat menikmati hak yang besar jika voting dilakukan, yaitu hak veto. Washington menguasai 17,5 persen kuota yang cukup untuk menentukan sebuah keputusan karena IMF menentukan 85 persen suara. Satu-satunya peluang Eropa untuk mengantisipasi pengurangan porsi hak voting masing-masing negara Eropa adalah berbicara dengan satu suara. Hak voting Uni Eropa jika dikumpulkan mencapai di atas 32 persen. "Ini tidak akan bertahan," kata Pisani-Ferry. Sementara masalah keterwakilan regional di IMF kini menjadi sebuah pertanyaan di Eropa, di masa yang akan datang hal yang sama juga akan dialami Asia dan bisa berarti pergeseran yang signifikan dalam sistem multilateral, yang akan melebihi masalah sektor keuangan dan moneter, kata Pisani-Ferry.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006