Denpasar (ANTARA News) - Abdul Azis alias Jafar (30) yang antara lain dinyatakan terbukti membuat situs teroris terkait aksi peledakan bom di Jimbaran dan Kuta, 1 Oktober 2005, dijatuhi hukuman delapan tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa. Vonis majelis hakim yang diketuai Nyoman Gede Wirya SH, dua tahun lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Olopan Nainggolan SH yang sebelumnya meminta agar warga asal Pekalongan, Jawa Tengah itu diganjar sepuluh tahun penjara. Dalam sidang yang molor sekitar 4,5 jam dari yang dijadwalkan sebelumnya pukul 09.00 Wita, majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan terdakwa Abdul Azis terbukti bersalah secara bersama-sama dengan sejumlah kawannya melakukan aksi teror bom di Jimbaran dan Kuta, Bali, 1 Oktober 2005. Aksi yang menewaskan 20 korban dan melukai 151 lainnya itu dilakukan terdakwa setelah kenal lebih dekat dengan Noordin M Top, gembong teroris yang warga negara Malaysia. Hakim menyebutkan terdakwa ambil bagian dalam aksi bom setelah sebelumnya bergabung ke dalam organisasi rahasia yang menamakan diri Al-Jemaah Al-Islamiah (JI) Dikatakannya terdakwa sah menjadi anggota JI tahun 1995, yakni usai diba`iat oleh Ketua Wakalah JI Jawa Timur, Fahmi, di Surabaya, sekaligus diwajibkan untuk taat pada kegiatan yang diatur dalam PUPJI (Pedoman Umum Perjuangan JI). Selanjutnya, kata hakim, pada sekitar bulan Juni sampai Juli 2005, Abdul Azis diajak Abdul Hadi alias Soleh untuk mencari rumah kontrakan untuk Noordin M Top yang sedang diburu petugas sehubungan terlibat aksi peledakan bom di sejumlah daerah di Indonesia. Akhirnya, terdakwa dan Soleh berhasil menempatkan Noordin M Top di rumah kontrakan Jalan Sunan Ampel 17 Medono, Pekalongan. Kemudian, lanjut hakim, terdakwa lebih dari 10 kali sempat berkunjung ke tempat tinggal buronan polisi itu. Dalam rangkaian pertemuannya, Noordin M Top yang mengaku bernama Hazmi, meminta kepada Abdul Azis dibuatkan situs jihad www.anshar.net. Untuk itu, ia diminta berhubungan dengan Cahyo alias Wisnu (buron). Mendapat permintaan itu, terdakwa yang guru komputer pada SMA Al-Irsyad di Pekalongan, Jateng, tidak mendapat kesulitan apa-apa. Selanjutnya, Noordin M Top minta Abdul Azis memasukkan data para pelaku bom Bali I, 12 Oktober 2002 ke dalam situs. Di dalam situs itu pula, terdakwa sempat melihat wasiat dari Syeh Muhklas, yang adalah terpidana mati dalam kasus bom Bali I (2002). Hakim menyebutkan, selain membuat situs, dalam pergaulannya dengan Noordin M Top terdakwa Abdul Azis juga sempat diajak menyaksikan film tentang latihan perang bersenjata sambil menunggang sepeda motor. Selain itu, Abdul Azis juga sempat mengajak Noordin bahkan sampai menginap di tempat kerjanya di Laboratorium Komputer SMA Al-Irsyad. Menurut hakim, pada 1 Oktober 2005 terdakwa juga sempat menerima gambar yang terekam dalam CD yang berisikan materi adegan orasi Noordin M Top yang menghujat dan mengancam Amerika Serikat dan sekutunya. Dalam tampilan gambar Noordin M Top yang mengenakan bagian tutup kepala ala Ninja, gembong teroris yang warga negara Malaysia itu juga menyerukan, "Kamu telah menyaksikan serangan bom istisyadiah terhadap musuh-musuh Islam yang kami lakukan di Legian dan Jimbaran Bali, Indonesia." Selanjutnya, Abdul Azis oleh anggota JI yang lain bernama Cahyo diperihtahkan untuk "connect" gambar CD tersebut ke internet, kemudian oleh Noordin M Top diminta untuk mengirim e-mail ke aljazerah.com. Melihat semua rentetan itu, hakim mengatakan, terdakwa Abdul Azis tahu sejak tahap perencanaan dari aksi bom Bali II yang meletus 1 Oktober 2005 sekitar pukul 18.30 Wita. Karenanya, terdakwa dijerat dengan pasal 6 Undang Undang No.15 tahun 2003 tetang pemberantasan tindak pidana terorisme, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan seperti itulah, hakim kemudian memvonis terdakwa Abdul Azis delapan tahun penjara, dipotong selama yang bersangkutan berada di dalam tahanan. Menanggapi vonis tersebut, terpidana Abdul Azis yang didampingi tim penasehat hukumnya terdiri atas Zulfikar Ramli SH dan M Rifan SH, menyatakan pikir-pikir dulu. Ini artinya, si pembuat situs teroris itu belum mengambil sikap tegas baik berupa menerima maupun menolak putusan majelis hakim. Jika menolak, terpidana Abdul Azis diberi kesempatan untuk naik banding. (*)

Copyright © ANTARA 2006