Indonesia Climate Change Center (ICCC) telah mengindentifikasi tantangan itu,"
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebanyak 26--41 persen pada 2020 sehingga metodologi untuk menghitung emisi gas ini pun dikembangkan. Namun, pengembangan metodologi tersebut terganjal sejumlah tantangan.

"Indonesia Climate Change Center (ICCC) telah mengindentifikasi tantangan itu," kata  MRV Cluster Coordinator ICCC, Dadang Hilman, dalam diskusi bertema "MRV REDD +: Status dan Rencana Pelembagaan ke depan" di Jakarta, Jumat.

Dadang mengatakan tantangan yang dimaksud ialah kurangnya pengalaman dan ketersediaan metodologi mendeteksi kebakaran lahan di Indonesia, terutama lahan gambut.
Padahal, menurutnya, kebakaran lahan gambut berkontribusi menghasilkan emisi gas sebanyak 13 persen. Berdasarkan data dari Bappenas tahun 2000--2006, kebakaran lahan gambut menyumbang sekitar 903 juta ton emisi per tahunnya.

"Kita miskin pengalaman estimasi," katanya. 

Ia mengutarakan, kebakaran lahan gambut seringkali merupakan campuran bara api di dalam dan atas permukaan tanah. Semetara, saat ini belum ada satelit yang mampu mendeteksi bara api. Dengan kata lain observasi satelit hanya mendeteksi kebakaran di atas permukaan.

Kemudian, lanjut ia, tantangan dalam pengembangan metodologi ialah tidak adanya lembaga yang mengoordinasikan aktivitas MRV (Monitoring, Reporting and Verification). MRV merupakan lembaga bagian dari REDD + di Indonesia yang berfungsi mengumpulkan data informasi emisi gas rumah kaca akibat deforestasi dan degradasi hutan, lalu mengkategorikan dan mendistribusikan data yang diperoleh pada pihak terkait.

Tantangan lainnya ialah terbatasnya data soal kebakaran lahan gambut dan tidak adanya panduan metodologi standar pengukuran emisi karbon.  Dadang menambahkan, tantangan pengembangan metodologi ini diperparah dengan kondisi iklim Indonesia saat ini.

Sebagai jalan keluar untuk mengatasi tantangan ini, menurut Dadang perlu diadakannya training workshop untuk menghitung gas rumah kaca akibat kebakaran hutan. (*)

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014