Banyak aspek yang perlu diperhitungkan, tidak hanya jiwa tapi infrastruktur juga diperhitungkan untuk mitigasi bencana,"
Jakarta (ANTARA News) - Sebagai negara yang dikenal dengan sebutan "supermarket bencana" Indonesia juga perlu mempersiapkan mitigasi infrastruktur guna menghadapi bencana besar, kata peneliti LIPI Danny Hilman Natawidjaja.

"Banyak aspek yang perlu diperhitungkan, tidak hanya jiwa tapi infrastruktur juga diperhitungkan untuk mitigasi bencana," kata peneliti Geotek dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, sudah ada perhitungan terkait siklus gempa besar di beberapa lokasi "seismic gap" atau wilayah zona gempa yang sudah lama tidak terjadi gempa dan menyimpan energi besar sehingga berpotensi menimbulkan gempa besar di Indonesia. Dan ia mengatakan data terbanyak didapatkan di Mentawai.

Namun demikian, menurut dia, gempa besar yang berpotensi terjadi di "seismic gap" Selat Sunda menjadi yang paling berbahaya karena berdampak fatal mengingat populasi sangat besar, pusat pemerintahan, dan pusat perekonomian ada di Jawa.

"Di Jakarta ada satu gedung yang simpan semua cyber data, kalau tiba-tiba ada bencana besar dan semua hilang, apa ada back up nya? Itu baru bicara soal cyber data belum bicara soal mitigasi untuk manusia nya," kata Danny.

Menurut dia, perlu dipikirkan juga mitigasi infrastruktur untuk hadapi bencana. "Lihat Singapura dan Malaysia, mereka sudah menyimpan dengan baik cadangan cyber data di bawah tanah, jadi kalau ada gempa atau topan di atas mereka sudah punya cadangannya di bawah".

Danny mengatakan mitigasi dilakukan pada dasarnya untuk meminimalisir efek dari suatu bencana, dan di Indonesia sudah mulai baik karena masyarakat sudah paham soal bencana, termasuk gempa dan tsunami.

Terkait bencana kegempaan, ia mengatakan peneliti telah membuat peta jalur gempa atau seismic hazard. Dari peta tersebut dapat diketahui lokasi-lokasi rawan gempa, sehingga masyarakat dapat menyesuaikan bentuk dan kekuatan bangunan di tiap-tiap lokasi.

Masalahnya peta jalur gempa yang sudah dimiliki Kementerian Pekerjaan Umum tersebut sangat sedikit yang telah diterjemahkan sehingga dapat dipahami masyarakat awam.

"Saya pikir (peta jalur gempa) sudah (dipahami) kalau dikalangan teknis. Tapi kalau harus sampai ke masyarakat harus dirubah bahasanya supaya mereka paham, tidak bisa terlalu teknis," ujar Danny.

(V002/Z003)

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014