Kairo (ANTARA News) - Enam polisi Mesir cedera dalam serangan bom di Kairo, Jumat, beberapa jam sebelum bentrokan antara polisi dan pemrotes garis keras di sejumlah kota menewaskan sedikitnya satu orang, kata beberapa pejabat.

Serangan itu memecahkan ketenangan di ibu kota Mesir tersebut setelah gelombang pemboman pada 24 Januari menewaskan enam polisi, dalam peningkatan kekerasan militan setelah penggulingan Presiden Mohamed Morsi pada Juli.

Kementerian dalam negeri mengatakan, dua bom kecil meledak di dekat polisi yang ditempatkan di sebuah jembatan tidak jauh dari Kairo pusat. Sedikitnya enam orang cedera dalam serangan itu, kata kementerian kesehatan.

Polisi segera menutup kokasi kejadian, dimana sebuah truk polisi tampaknya rusak ringan akibat ledakan itu.

Tayangan televisi pemerintah menunjukkan, serangan itu ditujukan pada sebuah pos pemeriksaan yang dibangun untuk menangkal protes terjadwal oleh pendukung Morsi, yang mengadakan pawai pada Jumat.

Polisi membubarkan sejumlah protes yang berangkat dari masjid-masjid setelah sholat Jumat, kata para pejabat keamanan.

Satu orang tewas dalam kekerasan di Fayoum, sebuah kota sebelah baratdaya Kairo.

Pada Desember, pemerintah Mesir mengumumkan Ikhwanul Muslimin kubu Morsi sebagai organisasi teroris dan melarang keanggotaan dan dukungan bagi gerakan tersebut.

Pengumuman Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok teroris pada 25 Desember disampaikan sehari setelah serangan bom mobil bunuh diri terhadap kantor polisi menewaskan 16 orang, yang diklaim oleh sebuah kelompok Sinai dan dikecam oleh Ikhwanul Muslimin.

Militan meningkatkan serangan terhadap pasukan keamanan setelah militer menggulingkan Presiden Mesir Mohamed Morsi pada 3 Juli.

Penumpasan militan yang dilakukan kemudian di Mesir menewaskan ratusan orang dan lebih dari 2.000 ditangkap di berbagai penjuru negara itu.

Menurut kelompok hak asasi manusia Amnesty International, sedikitnya 1.400 orang tewas dalam operasi penumpasan itu.

Kekacauan meluas sejak penggulingan Presiden Hosni Mubarak dalam pemberontakan rakyat 2011 dan militan meningkatkan serangan-serangan terhadap pasukan keamanan, terutama di Sinai di perbatasan dengan Israel.

Militan-militan garis keras yang diyakini terkait dengan Al Qaida memiliki pangkalan di kawasan gurun Sinai yang berpenduduk jarang, kadang bekerja sama dengan penyelundup lokal Badui dan pejuang Palestina dari Gaza.

Militan di Sinai, sebuah daerah gurun di dekat perbatasan Mesir dengan Israel dan Jalur Gaza, menyerang pos-pos pemeriksaan keamanan dan sasaran lain hampir setiap hari sejak militer menggulingkan Presiden Mohamed Morsi pada 3 Juli.

Sumber-sumber militer memperkirakan, terdapat sekitar 1.000 militan bersenjata di Sinai, banyak dari mereka orang suku Badui, yang terpecah ke dalam sejumlah kelompok dengan ideologi berbeda atau loyalitas suku, dan sulit untuk melacak mereka di daerah gurun itu, demikian AFP melaporkan.

(SYS/M014)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014