Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menargetkan penurunan angka buta aksara hingga 50 persen dari 15,4 juta pada 2005 menjadi 7,7 juta jiwa pada akhir 2009. Hasil kerja sementara terlihat ada penurunan jumlah buta aksara dari 15,4 juta jiwa (10,2 persen) pada awal tahun 2005 menjadi 13,2 juta jiwa (8,4 persen) pada Juni 2006, kata Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Depdiknas, Ace Suryadi, di Jakarta, Senin. Untuk mencapai target tersebut, mulai 2005 setiap tahun ditergetkan 1,5 juta penduduk menjadi melek aksara, katanya. Ia mengatakan buta aksara yang masih tersisa merupakan kelompok yang paling sulit diberantas. Sebab, sebagian besar dari mereka berusia di atas 44 tahun yang umumnya berasal keluarga kurang mampu, penglihatannya sudah terganggu dan kebanyakan tinggal di daerah terpencil. Buta aksara bukan hanya masalah di Indonesia, tetapi juga permasalahan internasional karena saat ini ada 771 juta jiwa buta aksara di dunia dan dari jumlah itu sebanyak 13,2 juta ada di Indonesia. Para penyandang buta aksara harus diberi pelayanan pendidikan agar mereka bisa meningkatkan kesejahteraannya dan bisa berpartisipasi secara produktif dalam pembangunan, katanya. Untuk meningkatkan keberhasilan program pemberantasan buta aksara, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara, katanya. "Diharapkan inpres ini dijadikan landasan hukum percepatan pemberantasan buta aksara dengan menurunkan jumlah buta aksara sampai 50 persen pada akhir tahun 2009," katanya. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) saat ini melakukan kerjasama dengan berbagai organisasi perempuan, seperti PKK, Kowani, Muslimat NU dan Aisyiah. Selain itu, bekerjasama dengan Universitas Gajah Mada melalui KKN Tematik pemberantasan buta aksara dengan pendekatan bahasa ibu. Ace Suryadi mengatakan, untuk menjamin mutu program pendidikan keaksaraan telah dikembangkan standar kompetensi keaksaraan (SKK) dan standar penilaian hasil belajar pendidikan keaksaraan sehingga semua program pendidikan keaksaraan mempunyai standar yang sama di seluruh Indonesia. Ia mengatakan, pemberantasan buta aksara dilakukan dengan strategi `system block`, secara tuntas dimulai dari suatu daerah yang paling besar angka buta aksaranya, berturut-turut menuntaskan buta aksara di daerah-daerah yang lebih sedikit angka buta aksaranya. Agar strategi tersebut berjalan maksimal keberadaan lembaga pendidikan nonformal, seperti kursus, lembaga pendidikan dan pelatihan, Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP), Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB), Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di desa-desa diperkuat kualitasnya, tambahnya. (*)

Copyright © ANTARA 2006