Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI, Fahri Hamzah mengatakan, tekanan KPK kepada Pemerintah agar menarik RUU KUHAP dan KUHP melambangkan puncak kekacauan pemahaman dalam penyelenggaraan negara.

"KPK, yang selama ini melakukan kampanye pemberantasan korupsi, telah berhasil menjadikan pemberantasan korupsi sebagai tujuan utama bernegara yang baru karena keluar dari apa yang ada dalam UUD45 dan pembukaannya," kata Fahri di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.

Menurut KPK, kata Fahri, demi tujuan memberantas korupsi dan berdiri tegaknya KPK seluruh aturan hukum harus sama dengan pikiran dan interpretasi KPK.

"Termasuk lah KUHAP dan KUHP yang dalam 10 tahun terakhir ini telah mengalami pendalaman dan pengkajian oleh hampir semua pakar hukum pidana dari kampus dan universitas paling terkenal di negeri ini," kata Wasekjen PKS itu.

"Upaya KPK menghalangi pembahasan KUHAP dan KUHP perlu dipertanyakan sebab itu mengarah kepada upaya membelokkan pembentukan negara hukum modern yang demokratis. KPK sepertinya telah yakin bahwa negara ada untuk memberantas korupsi dan karena KPK satu-satunya yang bekerja berantas korupsi maka negara harus bekerja untuk KPK dan bukan sebaliknya," kata Fahri.

"Ini tentu berbahaya dan Presiden sebagai orang yang bersumpah dalam pelantikannya untuk melaksanakan konstitusi negara harus bersikap tegas untuk menghentikan upaya set back (melangkah ke belakang) dalam pembentukan negara hukum yang demokratis di negeri kita," imbuhnya.

Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan harus mengambil sikap atas langkah KPK yang sudah terlalu jauh mengintervensi hak DPR dan Presiden dalam membuat UU. "Sebagai amanah UUD 45 amandemen ke-4. Sementara KPK sendiri adalah lembaga negara sementara atau state auxilliary body yang sifatnya adhoc," pungkas Fahri Hamzah.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014