Jakarta (ANTARA News) - Enam dari tujuh terdakwa penembakan di kawasan PT Freeport, Timika, Papua, mogok makan sejak Rabu, 13 September lalu, memprotes penghadiran agen Biro Penyelidik Federal Amerika Serikat (FBI) sebagai saksi pada sidang Selasa (12/9). "Mereka semua mogok makan sejak Rabu. Mereka kecewa karena FBI didatangkan untuk saksi, sehingga memilih mogok makan," kata Damaris Onawame, anak salah satu terdakwa, Pendeta Ishak Onawame, usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat. Satu terdakwa, Hardi Sugumol, tidak ikut mogok makan karena masih dalam keadaan sakit setelah sempat dirawat di RS Polri, Kramat Jati. Meski menolak makan selama dua hari, Damaris mengatakan kondisi ayahnya serta lima rekan ayahnya itu dalam keadaan sehat. "Mereka masih sehat, segar semuanya," ujarnya. Damaris mengaku tidak tahu sampai kapan para terdakwa akan mogok makan. Namun, dalam surat yang ditulis oleh Ishak, para terdakwa mengatakan akan terus mogok makan sampai keadilan ditegakkan. Dalam suratnya, mereka menolak kesaksian FBI dan menyatakan pengadilan tidak adil. Pada Sidang, Selasa 12 September 2006, penuntut umum menghadirkan dua agen FBI sebagai saksi, yaitu Ronald C Eowan dan Paul Ryan Myears. Dalam kesaksiannya, mereka mengatakan mendapatkan 12 nama orang yang terlibat dalam penembakan Freeport dari pendeta Ishak. Para terdakwa pada sidang itu menolak kesaksian FBI dan meninggalkan ruang sidang. Para terdakwa merasa dijebak dan ditipu oleh para agen FBI yang melakukan penangkapan terhadap mereka. Menurut pengakuan Pendeta Ishak, agen FBI itu mendekatinya atas nama gereja yang mengatakan akan membantu masyarakat Papua. Pada 11 Januari 2006 FBI menangkap 12 orang Papua, termasuk pendeta Ishak dan diserahkan kepada pihak kepolisian Indonesia. Kepada 12 orang Papua itu, sebelumnya pihak FBI menjanjikan mereka untuk berangkat ke AS guna menceritakan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan di Tanah Papua. Bukannya berangkat ke Amerika, 12 orang Papua itu ternyata justru diserahkan oleh FBI kepada Mapolsek Kencana Timika dan selanjutnya kepada Mapolda Papua pada 12 Januari 2006. Sejak itu, ketujuh terdakwa pun mulai menjalani penahanan dan dipindahkan ke Rutan Mabes Polri. Sedangkan sisanya yang lima orang dibebaskan karena tidak cukup bukti. Sidang pada Jumat, 15 September 2006, seharusnya menghadirkan saksi ahli balistik FBI dan istri korban penembakan, Patsy Spier. Namun, JPU tidak bisa menghadirkan para terdakwa dengan alasan sebagian JPU mengikuti acara pemusnahan barang bukti di Serpong dan mobil tahanan yang biasa dipakai menjemput terdakwa digunakan untuk kegiatan pemusnahan barang bukti. Ketujuh terdakwa adalah Antonius Wamang (30), Agustinus Anggaibak alias Agus (23), Yulianus Deikme alias Peli (26), Pdt Ishak Onawame (54), Esau Onawame (23), Hardi Sugumol (34), dan Yairus Kiwak alias Kibak (52). Antonius Wamang disidangkan dalam berkas perkara terpisah dengan enam terdakwa lainnya. Mereka dijerat dengan pasal 340 jo 55 ayat satu kesatu KUHP yang ancaman maksimalnya hukuman mati dan paling ringan penjara 20 tahun pada dakwaan kesatu primer karena didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap tiga pegawai PT Freeport Indonesia, yaitu dua warga negara Amerika Serikat, Ricky Lynn Spier, Edwin Leon Burgon dan satu WNI FX Bambang Riwanto pada 31 Agustus 2002 di Timika. Dalam dakwaan kesatu subsider mereka dijerat pasal 338 jo 55 ayat satu kesatu KUHP tentang sengan sengaja menghilangka nyawa orang lain dan pasal 351 ayat 2 jo pasal 55 ayat satu kesatu KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan luka berat. Antonius Wamang didakwa menerima perintah dari Panglima TPN (Tentara Pembebasan Nasional) atau Organisasi Papua Merdeka (OPM), Kelly Kwalik, pada Juli 2002 untuk merusak jalan Tembagapura, Timika, yang masih berada dalam wilayah PT Freeport Indonesia. Kelly memberi perintah kepada Antonius untuk menyerang TNI apabila bertemu di perjalanan, namun membiarkan masyarakat sipil. Untuk melaksanakan perintah tersebut, Antonius kemudian merekrut sebelas orang, dua di antaranya menjadi terdakwa, dan berangkat dari markas OPM di Kampung Kali Kopi, menuju Kampung Kawariki di Tembaga Pura dengan berjalan kaki selama tiga minggu. Antonius kemudian dibekali satu unit senjata api jenis M-16, 20 magazen berisi peluru, dan beberapa jenis senjata api lainnya oleh Kelly. Sedangkan terdakwa lain Pdt Ishak Onawame, Jarius Kibak, Hardi Sugumol, dan Esau Onawame memberi perbekalan logistik kepada Antonius Wamang dan anggota tim yang direkrutnya. Pada 31 Agustus 2002, para terdakwa melihat dua mobil Toyota jenis LWB warna putih yang melintas di Jalan Tembagapura dan dikira oleh mereka berisikan anggota TNI. Mobil pertama dikemudikan oleh korban Ricky Lynn Spier yang berwarga negara Amerika Serikat dengan penumpang korban Edwin Leon Burgon, Nancy Burgon, Francine Good Friend, dan Stephen Emma. Sedangkan mobil kedua dikemudikan oleh Kenneth M Ball dengan penumpang Sandra Hopkis, Lynn Poston, Taia Hopkis, Patricia Lynn Spier dan FX Bambang Riwanto. Sesampainya kedua mobil itu di Mile 62-63 Jalan Tembagapura, Antonius Wamang langsung menembaki dua mobil itu dengan senjata api jenis M-16 dibantu oleh Tauneme Amisin yang menggunakan senjata api jenis SS-1 dan Emi Aim dengan senjata api jenis Mousser. Akibat serangan itu, Ricky Lynn Spier, Edwin Leon Burgon dan FX Bambang Riwanto meninggal dunia karena luka tembak yang mengenai kepala dan leher mereka, sedangkan Kenneth M Ball, Patricia Lynn Spier, Sandra Hopkis, Stephen Emma, dan tiga pengemuda truk trailer PT Freeport yang juga berada di lokasi penembakan mengalami luka-luka permanen. Majelis hakim yang diketuai Andriani Nurdin menunda sidang hingga Selasa, 19 September 2006 dengan agenda menghadirkan empat anggota TNI sebagai saksi.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006