Jakarta (ANTARA News) - Peserta Konvensi Capres Partai Demokrat Dino Patti Djalal mengatakan Sersan Dua Usman dan Kopral Anumerta Harun tidak pernah salah dalam menjalankan tugas militer hingga dihukum mati oleh Pemerintah Singapura.

"Prajurit itu tidak pernah salah, mereka (Usman-Harun) menjalankan misinya dengan total sesuai perintah atasan mereka. Apa yang mereka lakukan adalah bentuk pengorbanan tertinggi bagi negara," kata Dino saat berziarah ke makam Usman-Harun di TMP Kalibata, Jakarta, Senin.

Dino nyekar ke makam dua prajurit Korps Komando Operasi (KKO), yang kini dikenal dengan istilah Marinir, dengan didampingi istrinya Rossa Raj Djalal.

Kedatangan Dino tersebut untuk memberikan penghargaannya sebagai warga Negara Indonesia terhadap dua pahlawan.

"Mereka memberikan pengorbanannya untuk kita. Bagi saya, (pengorbanan) itu yang membuat mereka menjadi pahlawan. Sebagai WNI, menurut saya, itu baik dilakukan," katanya.

Terkait kontroversi antara Pemerintah Indonesia dan Singapura terkait Usman-Harun, mantan Duta Besar RI untuk Amerika Serikat itu mengatakan saat ini bukan saatnya lagi untuk saling bersitegang, karena hubungan kedua Negara sudah semakin baik.

"Sekarang hubungan kedua negara sudah baru di bawah naungan ASEAN. Jadi menurut saya, wajar jika kita melakukan ziarah ini. Pemerintah, menurut saya, secara resmi juga melakukan itu (ziarah, red.)," jelasnya.

Setelah berziarah ke makam Usman dan Harun, Dino langsung bertolak ke Singapura untuk menaburkan bunga di kawasan Macdonald House.

Macdonald House merupakan tempat terjadinya pengeboman pada 10 Maret 1965, yang menurut Pemerintah Singapura sebagai bentuk terorisme oleh dua prajurit kebanggaan Indonesia tersebut.

Pemerintah Singapura kemudian memberikan hukuman mati di tiang gantung terhadap keduanya.

Tiga tahun setelah peristiwa tersebut, Pemerintah Indonesia menganugerahi gelar pahlawan nasional kepada keduanya, melalui Surat Keputusan (SK) Presiden Nomor 050/TK/Tahun 1968, yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada 17 Oktober 1968.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014