Kritik yang disampaikan haruslah disertai dengan data dan fakta."
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin mengatakan kritik kepada seorang politisi atau partai politik itu tidak selamanya tergolong sebagai kampanye hitam selama kritik itu disertai data dan fakta.

"Kritik yang disampaikan haruslah disertai dengan data dan fakta. Kritik oleh parpol atau capres kepada parpol atau capres lain dalam masa kampanye merupakan hal yang lumrah. Kritik itu adalah cara bagi mereka untuk menunjukan adanya perbedaan mereka dengan parpol dan capres yang lain," kata Said kepada Antara di Jakarta, Senin.

Berdasarkan kritik itulah, kata Said, pemilih dapat mengindentifikasi perbedaan-perbedaan di antara parpol atau para capres guna dijadikan sebagai dasar pertimbangan bagi masyarakat untuk memilih.

"Sepanjang kritik itu dapat dipertanggungjawabkan, maka tidak serta merta bisa dikatakan bahwa parpol atau capres yang melempar kritik tersebut telah melakukan black campaign terhadap pesaing politiknya. Kritik itu kan ciri negara demokrasi, sehingga tidak boleh dibatasi apalagi dilarang-larang."

"Yang tidak boleh dilakukan itu kalau sudah menghina dan menghasut. Lebih-lebih itu sampai menghina agama, suku, ras dan golongan dari capres lain atau mengadu domba dan menganjurkan kekerasan kepada masyarakat, itu yang dilarang. Jika dilakukan itu termasuk kejahatan Pemilu," katanya.

Bahkan menurut Said, kritik akan bermanfaat bagi edukasi pemilih jika sebelum Pemilu ada temuan atau beredar suatu informasi tentang rekam jejak calon yang menunjukan kebobrokan dari calon tersebut.

"Dengan mengetahui rekam jejak maka pemilih bisa menghindari memilih calon bermasalah. Para politisi ataupun capres yang maju tidak boleh menutup-nutupi rekam jejaknya. Mengetahui rekam jejak capres adalah hak bagi setiap warga negara," kata dia.

(A061/Z003)

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014