Jakarta (ANTARA News) - Ibu Negara Ani Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan keprihatinannya terhadap masa depan keberadaan dan produksi kain tenun Indonesia, yang saat ini tengah mengalami masalah dalam hal produksi maupun apresiasi dari masyarakat, serta terancam mandek. "Saat ini tenun terancam kelangsungannya," kata Ibu Ani saat membuka Gelar Tenun Tradisional Indonesia di Balai Sidang Jakarta, Rabu. Terancamnya kelangsungan keberadaan kain tenun Indonesia, menurut Ibu Negara, sangat ironis mengingat negeri ini merupakan salah satu pusat perajin tenun terbesar di dunia dengan beragam produk dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Papua, Sumatera, Yogyakarta, dan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Menurut Ibu Ani, masalah utama yang dialami tenun Indonesia adalah produksi dan penghargaan dari kalangan masyarakat dalam negeri sendiri. Produksi kain tenun Indonesia, menurut Ibu Negara, masih relatif lambat, mengingat satu lembar kain memakan waktu cukup lama untuk dihasilkan, yaitu bisa mencapai lebih dari tiga bulan. Sementara itu, ia pun menilai, apresiasi masyarakat Indonesia terhadap kain tenun juga tidak segencar terhadap batik. "Saya berharap tenun dapat sejalan dengan batik," katanya. Ibu Ani Yudhoyono berpandangan bahwa keindahan kain tenun sebenarnya tidak kalah dengan batik, yaitu dalam hal motif dan warna. "Hanya potensinya belum tergali," ujarnya. Untuk meningkatkan produksi dan penerimaan kain tenun di dalam dan luar negeri, ia meminta berbagai pihak, seperti perancang busana, perajin tekstil, dan pemerintah maupun masyarakat luas untuk bekerja sama mengembalikan semangat masyarakat mengapresiasi kain tenun. Secara khusus, Ibu Ani berpesan kepada perajin kain tenun untuk melakukan inovasi, terutama menggali motif-motif yang ada di Indonesia. "Ciptakan motif baru, yang fashionable, diminati oleh pasar," katanya. Selain itu, Ibu Negara juga mengingatkan, para perajin kain tradisional untuk memilih bahan baku yang berkualitas, seperti benang dan pewarnaan. Ia melihat bahwa pewarnaan yang luntur juga menjadi masalah tersendiri yang dihadapi dalam mengembangkan keberadaan kain tenun Indonesia, dan membuat orang enggan membeli kain-kain tradisional. "Luntur tidak ditanggung. Sebenarnya, seharusnya, ditanggung tidak luntur," katanya, yang disambut tawa hadirin. Ibu Ani juga mengingatkan, agar dalam mengembangkan produksi kain tenun, para perajin juga melihat pasar internasional yang cenderung menginginkan pewarnaan kain menggunakan bahan baku alami, bukan kimiawi. Ia tak lupa meminta Departemen Perindustrian untuk membantu para perajin tenun dalam hal pemasaran. "Banyak perajin sudah bisa memproduksi, tapi mereka menghadapi masalah modal, juga pemasaran," katanya. Dalam acara tersebut, Ibu Negara mengajak masyarakat Indonesia maupun luar negeri untuk semakin sering menggunakan kain tenun dalam berbusana. Untuk mendukung ajakannya itu, Ibu Ani meminta para isteri Kabinet Indonesia Bersatu dan anak menantunya, Anissa Larasati Pohan Agus Harimurti, yang hadir di Balai Sidang Jakarta untuk berdiri sejenak di depan para hadirin guna memperlihatkan kain-kain tenun yang mereka kenakan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Usai membuka Gelar Tenun Tradisional Indonesia, Ibu Ani Yudhoyono menyempatkan diri untuk melihat-lihat saung pameran, serta menyaksikan peragaan rancangan busana oleh sejumlah perancang papan atas Indonesia, termasuk Oscar Lawalata, Ghea S. Panggabean, Samuel Wattimena, dan Nelwan Anwar. Gelar Tenun Tradisional Indonesia diikuti oleh 170 peserta berasal dari 25 propinsi yang menempati 220 saung. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006