Aden (ANTARA News) - Pasukan pemerintah Yaman membunuh lima gerilyawan Al Qaida dan melukai puluhan lain di Yaman selatan, kata kementerian pertahanan, Jumat, hari keempat ofensif terhadap militan garis keras.

Pasukan meluncurkan ofensif itu di Yaman selatan pada Selasa, dengan didukung oleh jet-jet angkatan udara dan ratusan anggota milisi loyalis pemerintah, lapor Reuters.

Pasukan Jumat juga menghancurkan tiga kendaraan, satu diantaranya dipasangi senapan mesin anti-pesawat, yang digunakan oleh gerilyawan di provinsi Shabwa, Yaman selatan, siar situs kementerian pertahanan mengutip satu sumber militer.

Situs 26 September mengatakan, militer memburu gerilyawan yang melarikan diri ke kawasan pegunungan.

Di daerah berdekatan Abyan, militer melancarkan serangan dengan tank dan roket serta didukung angkatan udara ke lokasi-lokasi yang digunakan oleh militan di provinsi wilayah selatan itu. Sejumlah gerilyawan tewas dan cedera, kata militer tanpa penjelasan lebih lanjut.

Ratusan orang tewas dalam serangan-serangan bunuh diri, pemboman dan penyerbuan gaya komando yang dilakukan oleh militan Al Qaida terhadap militer dan aparat pemerintah serta warga asing.

Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di Yaman tenggara, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.

Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2012 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.

Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.

Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida.


Penerjemah: Memet Suratmadi

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014