Surabaya (ANTARA News) - KRI Pandrong-801 yang tengah berpatroli menjaga perairan lepas Indonesia terpaksa melepaskan 14 kali tembakan ke kapal pengangkut ikan berbendera negara Balize, MV Chang Sun, yang mengangkut 300 ton ikan campuran, karena melarikan diri saat hendak diperiksa. Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim), Laksda TNI Moekhlas Sidik, saat meninjau hasil tangkapan itu di Dermaga Semampir, Surabaya, Kamis, menjelaskan bahwa kapal jenis tramper (penampug ikan) itu sempat melarikan diri ke perairan Australia. "Sesuai prosedur, kami melakukan kontak radio dan menyalakan lampu, tapi kapal itu tetap lari, maka kami beri tembakan peringatan dua kali hingga ditembak di bagian lambung dua kali, karena tetap melarikan diri. Tembakan itu menggunakan meriam kaliber 57 milimeter," ungkapnya. Namun, kapal berbobot 1.467 GT dan kapasitas muatan 1.300 ton itu tetap melarikan diri menuju perairan Australia, sehingga KRI Pandrong kembali menembak menggunakan dua meriam kaliber 40 milimeter ke bagian haluan, dan tembakan delapan kali bermeriam kaliber 20 milimeter ke arah buritan. "Akibat tembakan itu MV Chang Sun mengalami kerusakan di beberapa bagian, namun syukur tidak sampai menimbulkan korban jiwa. Kami melakukan tembakan itu sudah sesuai prosedur, jadi bukan untuk mencari sensasi atau gagah-gagahan," katanya menegaskan. Ia menjelaskan, kapal tersebut ditangkap akhir September lalu diperairan Laut Arafuru, Papua. Kapal itu ditangkap karena melakukan pemindahan ikan di tengah laut dari empat kapal asing. Namun, TNI AL hanya mengejar MV Chang Sun sebagai kapal penampung. "Keempat kapal penangkap ikan yang lebih kecil, melarikan diri. Anggota kami memang hanya mengejar kapal yang paling besar, karena tidak mungkin mengejar semuanya," katanya. Mantan Panglima Komando Armada Kawasan Barat (Pangarmabar) itu mengemukakan, setelah diperiksa, pada kapal tersebut juga ditemukan pelanggaran lain, yakni tidak memiliki nahkoda, awaknya tidak sesuai dengan daftar kru dan tidak memiliki Surat Izin Berlayar (SIB). Ia mengemukakan, untuk pelanggaran pemindahan ikan di tengah laut, awak kapal itu diancam hukuman lima tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar, dan lantaran tidak memiliki nahkoda, maka awak kapal itu diancam hukuman satu tahun empat bulan dan denda Rp30 juta. "Untuk daftar kru yang tidak sesuai, kapal itu diancam hukuman tiga bulan dan denda Rp6 juta, sedangkan untuk pelanggaran tidak memiliki SIB diancam satu tahun denda Rp24 juta," ujar laksamana berbintang dua yang kelahiran Jombang, Jawa Timur itu. Pangarmatim mengemukakan, kapal tersebut sengaja ditarik ke Surabaya untuk menghindari adanya intervensi dari pihak lain yang akan bermain-main dengan kasus tersebut. "Saya bukannya mau menjelek-jelekkan pihak lain, tapi sesuai pengalaman, contohnya, kapal asing saat ditangkap tidak memiliki SIB, tapi ketika berkasnya sudah masuk ke Kejaksaan tahu-tahu muncul SIB. Kalau kasus ini sudah dikendalikan langsung oleh panglima, maka diharapkan tidak ada permainan seperti itu," demikian Laksda TNI Moekhlas Sidik. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006