Jakarta (ANTARA News) - Pelaku penembakan terhadap Pendeta Irianto Kongkoli di Palu, Sulawesi Tengah, Senin pagi, merupakan bentuk teror dan diduga dilakukan kelompok dari luar Poso. Pernyataan itu disampaikan Menko Polhukam Widodo AS dan Kapolri Jenderal Polisi Sutanto usai rapat tertutup dengan Tim pemantau Kasus Poso DPR RI di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin. Menko Polhukam menjelaskan, aksi penembakan ini kemungkinan terkait dengan eksekusi mati terhadap Tibo Cs. Pihaknya memberi perhatian serius terhadap kasus ini dan mendesak dilakukan pengusutan secara tuntas. Kapolri menambahkan, pelaku diduga adalah kelompok dari luar Poso. Pihaknya sedang mengusut dan mengejar pelaku kasus penembakan tersebut. Wakil Ketua Tim Pemantau Kasus Poso DPR RI Azlaini Agus mengungkapkan, motif penembakan ini diduga dilakukan untuk mengacaukan suasana di Pos dengan menyerang simbol-simbol keagamaan. Sebelumnya, Poso Center megungkapkan, penembakan Pendeta Irianto Kongkoli di Palu, Sulawesi Tengah, Senin pagi, sarat dengan upaya provokasi untuk kembali memanaskan situasi di Poso. Poso Center dalam pernyataan pers yang diterima ANTARA News, Senin, di Jakarta, mengutuk penembakan terhadap pendeta Irianto Kongkoli dan meminta aparat keamanan menangkap pelakunya. Pendeta Kongkoli, Senin pagi sekitar pukul 08:15 Wita ditembak oleh dua orang tak dikenal saat berada di toko bangunan "Sinar Sakti" di Jalan Monginsidi, Palu Selatan. Saat kejadian, Kongkoli ditemani istrinya yang juga anggota polisi berpangkat Iptu, Rita Kupa, dan Gea (4), anak angkatnya. Namun Rita dan Gea lolos dari maut karena menuju mobil pribadi mereka lebih awal. Pelaku melarikan diri dengan menggunakan sepeda motor jenis bebek setelah korbannya roboh bersimbah darah. Rita dibantu warga yang berada di lokasi kejadian segera mengevakuasi korban ke RSU Woodward milik Yayasan Bala Kesalamatan Palu, sekitar 500 meter dari lokasi kejadian. Akibat pendarahan, Pendeta Kongkoli meninggal dunia sesaat setelah tiba di ruang Unit Gawat Darurat RSU Woodward. Menurut Poso Center, beberapa kasus kekerasan yang terjadi di Palu merupakan rangkaian sistematis dari upaya provokasi untuk kembali memanaskan situasi di Poso, sebab target yang menjadi korban merupakan orang-orang pilihan. Pendeta Irianto Kongkoli dikenal sebagai tokoh yang beberapa waktu lalu diangkat sebagai ketua umum Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GSKT) yang berkantor pusat di Tentena, Kabupaten Poso. Menurut Sekretaris Poso Center, Mahfud Masuara dan I Sandiawan Sumardi dari Jaringan Relawan Kemanusiaan, kasus penembakan misterius di Palu kali ini adalah yang keenam sejak tahun 2004. Dari beberapa kasus tersebut, empat orang meninggal dunia, tujuh lainnya cedera ringan dan cacat seumur hidup. Dari semua kasus penembakan tersebut, belum satu pun bisa terungkap. Atas kejadian penembakan tersebut, Poso Center menyerukan kepada warga Palu dan Poso serta masyarakat secara umum di Sulawesi Tengah untuk tidak terprovokasi dengan setiap tindak kekerasan. Serangkaian kekerasan itu, katanya, bermaksud mengadu domba antar masyarakat dengan dalih pertentangan agama dan suku. Oleh karenanya, Poso Center mendesak pengungkapan kasus kekerasan Poso tersebut secara adil. Dalam kaitan itu, pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) adalah salah satu keharusan guna mengungkap fakta-fakta kekerasan secara obyektif. TGPF harus diberikan kewenangan yang luas untuk menginvestigasi kasus-kasus kekerasan yang menonjol dan memberikan rekomendasi yang mengikat kepada pemerintah/aparat keamanan untuk menindak lanjuti hasil-hasil temuannya. Sebuah keputusan Presiden diperlukan untuk memberikan payung hukum kepada TGFP, demikian Poso Center.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006