Jakarta (ANTARA News) - Belasan tokoh muda lintas agama dan sejumlah aktivis organisasi non-pemerintah (LSM/Lembaga Swadaya Masyarakat) di Jakarta, Kamis, mengeluarkan pernyataan sikap meminta semua komponen bangsa jangan mau dipancing ke dalam konflik agama menyusul aksi teror pembunuhan Pendeta Irianto Kongkoli di Palu, Sulawesi Tengah, baru-baru ini. Para aktivis dari Forum Damai, Persekutuan Warga Gereja Indonesia (PWGI), The People`s Institute dan tokoh-tokoh muda lintas agama --di antaranya Soenarno bersama Jemmy Frans (Islam), Alma Shepard Supit (Kristen Protestan), serta Theopilus Bela (Katholik)-- dalam pernyataan itu menilai aksi pembunuhan tersebut merupakan sebuah kejahatan kemanusiaan. "Tragedi ini merupakan bukti bahwa masih ada masalah yang belum tuntas di Poso dan sekitaranya pasca eksekusi mati Tibo dkk, yang seharusnya sejak awal sudah dapat dideteksi aparat. Aksi pembunuhan ini jelas dapat mengakibatkan rusaknya stabilitas keamanan dan keharmonisaan kehidupan antar umat beragama," kata Shephard Supit, atas nama rekan-rekannya dalam suatu pertemuan di Wisma Nusantara, Jakarta. Karena itu, pertemuan yang berakhir dengan konferensi pers tersebut menggarisbawahi pentingnya bangsa Indonesia, khususnya masyarakat di Sulteng, agar tidak terpancing, dengan menganggap kejadian terbunuhnya Sekretaris Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) sebagai konflik antar-agama. Dalam pernyataan sikapnya yang berisi empat butir utama, para tokoh muda lintas agama dan aktivis organisasi non pemerintah (Ornop) itu juga mendesak pemerintah segera menuntaskan masalah ini. "Keamanan di seluruh wilayah, khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), terutama di Palu maupun Poso harus segera dikembalikan, dan kasus pembunuhan beruntun tersebut mesti secepatnya dituntaskan tanpa pandang bulu, dengan mengendepankan rasa kemanusiaan serta keadilan," kata mereka. Mereka juga meminta Polri dan TNI bertanggungjawab dengan segera menemukan sekaligus menindak aktor intelektual di balik segala kerusuhan di wilayah Provinsi Sulteng sejak beberapa tahun lalu. "Para aktor intelektual itu harus menyadari, akibat perbuatannya terhadap masyarakat, berefek sangat tragis dan dapat digolongkan biadab," kata mereka lagi.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006