Ramadi (ANTARA News) - Para anggota lebih dari 25 suku Sunni terkemuka angkat senjata melawan ISIS dan sekutu mereka di Suriah barat, kata seorang pemuka suku dan para pejabat Irak seperti dikutip AFP.

Pemberontakan di Provinsi Anbar di mana ISIS dan sekutu-sekutunya menguasai banyak wilayah, terjadi setelah Perdana Menteri Nuri al-Maliki yang tidak disukai warga Sunni Arab membatalkan ambisi berkuasa untuk masa ketiga pemerintahannya.

Anbar adalah tempat kelahiran dari pemberontakan dukungan AS melawan kaum militan yang turut menekan tajam kekeresan di Irak.

Upaya yang saat ini berlaku bisa berpotensi menjadi pembalikkan besar dalam konflik dua bulan di Irak dalam melawan ofensif ISIS.

"Revolusi rakyat ini disepakati oleh semua suku yang ingin memerangi ISIS (IS) yang telah menumpahkan darah kami," kata Sheikh Abduljabbar Abu Risha, salah seorang pemimpin pemberontakan terhadap militan itu, kepada AFP.

Pemberontak pimpinan ISIS telah melancarkan ofensif besar Juni lalu yang menghabisi pasukan keamanan dan mengendalikan sejumlah besar wilayah di lima provinsi, termasuk Anbar, di mana bagian dari ibukota provinsi ini di Ramadi dan semua bagian dari kota Fallujah sudah berada di luar kendali pemerintah sejak Januari lalu.

Kepala kepolisian Anbar Mayor Jendral Ahmed Saddak  mengatakan bahwa pasukan keamanan membeking pemberontakan yang akan dimulai pukul 6:00 pagi waktu setempat (20.00 WIB) ini.

"Pertempuran terus berlanbgsung sampai saat ini," kata dia, dengan menyebutkan 12 militan terbunuh.  "Kami tidak akan berhenti sampai pembebasan Anbar."

Desakan para suku dan pasukan keamanan ini mulai dengan serangan ke berbagai wilayah di Ramadi, kata Abu Risha dan Saddak.

Kolonel polisi Ahmed Shufir mengatakan Kataeb Hamza, seorang pemimpin kelompok yang memerangi kaum militan terkati Alqaeda di masa lalu, diangkat kembali dan ditempatkan di kota Haditha di provinsi Anbar.

Pasukannya bertujuan memerangi para militan yang mengusai bagian barat kota itu, kata dia seperti dikutip AFP.

Abu Risha mengatakan bahwa upaya itu berhasil selama berpekan-pekan dan tidak ada kaitannya dengan pengumuman pengunduran diri Maliki Kamis kemarin.

Namun mundurnya perdana menteri asal Syiah itu membuat kerjasam antara warga Sunni dengan pemerintah pusat Baghdad menjadi lebih nyaman.

Ini juga memuluskan jalan bagi pembentukan pemerintah berbasis luas yang diprakarsai AS dan kekuatan lainnya, selain menyemangati perang melawan ISIS.





Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014