Surabaya (ANTARA News) - Menakertrans, Erman Suparno, tidak terpengaruh dengan isu reshuffle (perombakan kabinet) yang menimpa dirinya, dia bahkan menghargai hasil survei beberapa lembaga yang menilai kinerjanya sebagai Menakertrans. "Kalau ada penilaian atau survei, pertama kami hargai, karena itu adalah bagian dari transparansi dan demokrasi. Kemudian yang kedua, soal penilaian itu obyektif atau subyektif yang tahu yang menilai," kata Erman di Bandara Juanda Surabaya, Senin. Erman mengemukakan hal itu sebelum meninjau Ruang Tunggu (Lounge) TKI di Bandara Juanda dan Pelabuhan Gapura Surya, Surabaya. Tetapi yang jelas, ujar dia, dirinya selaku menteri ditugaskan oleh Presiden, melaksanakan tugas-tugas yang menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pemerintah sesuai program-program dan perencanaaan yang dilaksanakan. "Saya ini kan pekerja, seperti sekarang pembenahan masalah TKI, soal mereka melakukan survei yang hanya sebagian dikerjakan orang, itu harus dihormati karena merupakan hasil survei, yang jelas saya bekerja sesuai dengan program dan bekerja sebaik-baiknya," katanya. Sejumlah kalangan menilai kinerja Menakertrans memburuk yang ditunjukkan dengan administrasi pengiriman TKI yang amburadul, 70 persen TKI yang dikirim ke luar negeri menjadi TKI ilegal dan peningkatan pengangguran 10,4 persen atau 11,1 juta orang. Erman mengatakan, data pengangguran yang dibeberkan tersebut merupakan angka komulatif dari 1997. Sekarang persoalannya adalah bagaimana upaaya pemerintah untuuk menaanggulangi masalah pengangguran. "Depnakertrans itu bukan departemen job creation, bukan departemen penyedia lapangan kerja, namun departemen yang memfasilitasi agar angkatan kerja siap bekerja. Itu program saya 2007 dan yang saya utamakan revitalisasi BLK agar menambah kompetensi dari angkatan kerja," katanya. Penyedia lapangan kerja, ujar Erman, adalah "integrated" dari departemen lainya, antara lain infrastrukktur, peningkkataan investasi dan UKM. Menanggapi data 70 persen TKI di luar negeri menjadi TKI ilegal, dia mengatakan tidak pernah menerima laporan seperti itu. "Sebagai contoh, dulu waktu 2004, masalah TKI di luar negeri kira-kkira 18 persen, kemudian kita benahi sistemnya turun sampai semester 2006 menjadi rata-rata 4,11 persen. Artinya tidak benar TKI kita bermasalah di luar negeri," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006