Jakarta (ANTARA News) - Panja Kelapa Sawit dan Karet Komisi VI DPR mendorong produksi biosolar PTPN XIII yang memproduksi CPO dengan kebun kelapa sawit yang tersebar di wilayah Kalimantan.

Hal tersebut dikemukakan oleh Sugihono Kartosuwondo (FPKS) anggota Panja Kelapa Sawit dan Karet Komisi VI DPR saat berdiskusi dengan jajaran PTPN XIII di Kantor Pusat, Pontianak baru-baru ini.

Sugihono mempertanyakan sejauhmana PTPN XIII dilibatkan dalam program konversi CPO dengan solar menjadi bio diesel.

"Apakah PTPN XIII sudah dilibatkan oleh Pertamina dalam pengadaan BBM Bio Diesel bersubsidi? Di sini seharusnya Meneg BUMN berperan untuk mengatur kerjasama interkoneksi antara Pertamina dengan PTPN, jikalaupun kendalanya soal biaya produksi, di situ ada dana subsidi BBM yang seharusnya bisa dimanfaatkan dan jumlahnya cukup besar," ujar Sugihono seperti dikutip dari dpr.go.id.

Sugihono menyayangkan lambannya kinerja Meneg BUMN dalam mengatur kerja sama antar BUMN terkait ketersediaan bahan baku bio diesel.

Menurut sugihono, dalam rapat-rapat di komisi lain (Komisi VI) Pertamina sudah mengalokasikan harga kisaran Rp.2000/liter untuk bahan baku bio diesel.
 
"Lalu selama ini dari mana Pertamina mendapatkan bahan baku bio ciesel tersebut jika PTPN tidak dilibatkan," tanya Sugihono.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PTPN XIII Nur Hidayat menjelaskan bahwa pihaknya sewaktu menjabat di PTPN III pernah difasilitasi Meneg BUMN untuk menjalin kerja sama dengan pihak PLN terkait program konversi BBM dari minyak nabati (CPO).

"Sebagai tindak lanjutnya kami memproduksi Pure Palm Oil (PPO) yang khusus untuk dikonversi menjadi bio diesel. Kami sudah memiliki 2 unit khusus memproduksi biodiesel dengan kapasitas 20.000 liter/hari tiap unitnya. Namun kami terkendala dengan biaya produksi yang tinggi sehingga harga jual PPO justru lebih mahal dibanding CPO, karena itulah PLN tidak berani membeli, " ungkap Nur.

Nur Hidayat menambahkan, program bio fiesel bisa berjalan jika pada saat harga CPO sedang turun seperti sekarang, namun bisa kembali terhenti (off) ketika harga CPO naik.

Pihaknya juga mengakui jika BUMN yang memproduksi CPO (PTPN) hanya mampu mensuplai 10% kebutuhan pasar, selebihnya 90% masih dikuasai swasta.

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014