Mataram (ANTARA News) - Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), H Lalu Serinata mengemukakan, jika mau jujur sebenarnya propinsi NTB dinyatakan telah gagal dalam mengelola hutan. "Hal itu terlihat dari indikator antara lain kerusakan sumber hutan dan kemiskinan penduduk disekitar hutan yang semakin meluas," katanya dalam sambutan tertulis dibacakan Kepala Dinas Kehutanan NTB, H Baderun Zainal di Mataram, Sabtu. Pada pembukaan Seminar Strategi Pengelolaan Hutan dalam Tantangan Kelestarianya dijelaskan, semakin meluasnya kerusakan hutan tersebut akibat lemahnya sistem pengawasan hutan disamping teknologi kehutanan yang dimiliki masih tertinggal jauh. Kondisi itu, menuntut semua pihak untuk berpikir ekstra untuk dapat menemukan berbagai kebijakan agar hutan lebih lestari. Untuk itu, Gubernur NTB telah mengambil kebijakan menghentikan segala bentuk penebangan hutan, guna mencegah terjadinya banjir dan tanah longsor. Hampir seluruh daerah di NTB kini terkena bencana alam banjir dan tanah longsor, salan satu penyebabnya adalah penebangan liar baik dilakukan oleh masyarakat maupun oknum tertentu. Sebelumnya di beberapa lokasi terdapat pengusaha HPH seperti di Monggal, Kabupaten Lombok Barat dan di Calabai, Kabupaten Dompu yang memproduksi ribuan kubik kayu per tahun, namun untuk sementara izin HPH bagi perusahaan tersebut kini dibekukan. Sedangkan luas lahan kritis di NTB tercatat 527.962 hektar atau 28 persen dari luas daratan sekitar 368.629 hektar, kerusakan hutan berdampak buruk terhadap lingkungan antara lain berupa banjir, kekeringan dan tanah longsor. Banyaknya lahan kering di NTB karena kesadaran masyarakat memelihara lingkungan masih rendah, antara lain dengan perilaku penebangan pohon sembarangan, menggarap lahan tanpa upaya konservasi, membuang sampah dan membuat bangunan di badan sungai. Dikatakan, pada zaman dulu pengelolaan hutan cukup dengan teknik tebang dan tanam pohon, namun kini pengelolaan hutan berarti mengelola sekian banyak unsur yang berada didalamnya dan juga mengelola kepentingan berbagai pihak.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006