Denpasar (ANTARA News) - Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar Drs Bambang Wiyono mengharapkan aparat kepolisian dapat mengungkap pelaku aksi pengancaman bom untuk kantor LKBN ANTARA Biro Denpasar. "Kita harapkan polisi dapat mengungkap si pelakunya. Masalahnya, metoda dan teknologi untuk melacak percakapan lewat telepon, kan sudah dikuasai oleh instansi penegak hukum itu," kata Bambang ketika dihubungi, di Denpasar, Sabtu. Ia menyebutkan, perbuatan yang dilakukan seseorang dengan mengancam akan meledakan kantor berita, bukan lagi sesuatu bentuk tindak kriminal biasa melainkan jelas-jelas aksi teror. "Itu jelas perbuatan teror. Teror pun tidak lagi hanya untuk personal jurnalis yang semata-mata bekerja pada kantor berita itu, melainkan telah mengarah ke suatu lembaga, yakni lembaga pers secara keseluruhan," ucapnya. Menurut dia, pers telah mendapat tekanan berupa teror, yang pada gilirannya juga akan berimplikasi pada ketenteraman hidup masyarakat luas. "Masyarakat akan menjadi was-was dan takut oleh bentuk perbuatan semacam itu," ujar Bambang menandaskan. Dikatakan, bila ini tidak dapat diselesaikan oleh aparat yang berwenang dengan meringkus pelakunya, maka tidak dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan preseden buruk bagi kelangsungan dan kebebasan pers. "Pers akan mulai dicekam rasa ketakutan untuk berani menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik seperti yang diamanatkan Undang Undang No.40 tahun 1999 tentang pers. Kalau sudah demikian kenyataannya, yang rugi sesungguhnya bangsa ini sendiri," kata redaktur senior HU Nusa Bali itu. Senada dengan Bambang, Ketua PWI Bali Djesna Winada menyatakan, munculnya kasus ancaman peledakan bom untuk LKBN Antara Biro Denpasar merupakan preseden buruk bagi kehidupan dan kebebasan pers. "Ini preseden buruk. Masalahnya, pers yang sesungguhnya perangkat kebebasan untuk semua lapisan masyarakat malah ditekan dengan cara seperti itu," kata Djesna saat meninjau kantor ANTARA yang berkedudukan di Jalan Mataram Denpasar, Sabtu. Djesna yang tiba beberapa saat setelah tim Gegana Satbrimob Polda Bali melakukan penyisiran atas bom yang diisukan akan meledak di kantor berita tersebut, menyebutkan, banyak kalangan yang keliru menafsirkan kebebasan pers. Menurut dia, kebebasan pers sesungguhnya tidak hanya dimiliki dan senantiasa dinikmati oleh pers itu sendiri, melainkan untuk semua lapisan masyarakat. "Demikian yang diamanatkan oleh Undang Undang No.40/1999 tentang pers. Sekarang, kalau pers diancam dan ditakut-takuti seperti itu, jelas dong suatu preseden buruk bagi kebebasan masyarakat secara luas," ucapnya menandaskan. Pagi itu sekitar pukul 08.15 Wita, telepon yang berdering dan kemudian diangkat Kepala Antara Biro Denpasar Ahmad Wijaya, serta merta dari "seberang sana" mengancam bahwa sebuah bom telah diletakkan di kantor Antara dan akan meledak setengah jam kemudian. Mendapat ancaman itu, Ahmad Wijaya meluncur melapor ke Polsek Denpasar Barat, dan dalam waktu relatif singkat satu tim Gegana Satbrimob Polda Bali datang melakukan penyisiran. Kapoltabes Denpasar Kombes Pol Drs Ari Dono Sukmanto mengatakan, setelah dilakukan penyisiran, pihaknya tidak menemukan barang yang dapat meledak. Karenanya, ia menduga ini suatu perbuatan usil orang yang tak bertanggung jawab.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006