Kairo (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia bertekad melampaui target pencapaian program pemberantasan buta aksara yang dicanangkan Badan PBB untuk Pendidikan, Sains dan Kebudayaan (UNESCO), yakni hingga pada tingkat lima persen tahun 2015 mendatang. Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas)Bambang Sudibyo kepada ANTARA News di Kairo di sela-sela pertemuan tingkat menteri pendidikan ke-6 (6th High Level Group Meeting on Education for All (EFA), akhir pekan lalu menjelaskan Indonesia akan mencapai target pemberantasa buta aksara pada tingkat lima persen tahun 2009. "Saya sangat yakin kita dapat menekan angka buta aksara sebesr 50 persen dari 10,2 persen menjadi lima persen pada tahun 2009 nanti," kata Mendiknas sambil menambahkan "Target ini lebih cepat enam tahun dari target UNESCO yang ditetapkan dalam pertemuan di Dakar, Senegal, pada 2000 lalu". Menurut Bambang, angka buta aksara di Indonesia di atas usia 15 tahun tercatat sekitar 15,41 juta orang pada 2003, dan akan dipangkas 50 persen menjadi sekitar 7,7 juta orang pada 2009 nanti, sesuai dengan ketetapan Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mengutip laporan terbaru BPS, Mendiknas menjelaskan, hingga Juni 2006 tingkat buta aksara tecatat 8,35 persen dan diperkirakan 8,11 persen pada Oktober. "Untuk mencapai target ini, Pemerintah setidaknya akan memberantas buta aksara sebanyak 1,6 juta orang setiap tahun melalui kampanye dan tindakan nyata secara terpadu di seluruh pelosok Tanah Air. Dalam tahun 2005-2006, pemberantasan buta aksara tercatat 1,7 juta orang atau sekitar 1,44 persen," paparnya. Untuk mencapai target pemberantasan buta aksara tesebut, Pemerintah melakukan kerja sama sama dengan seluruh unsur masyarakat, seperti perguruan tinggi, ormas keagamaan, organisasi wanita, organisasi pemuda,dan pondok-pondok pesantren. Dalam kertas kerjanya dalam pertemuan EFA di Kairo, Mendiknas mengemukakan, para buta aksara di atas usia 15 tahun akan diberi pelatihan mencakup materi membaca, menulis, berhitung, komunikasi lisan dalam bahasa Indonesia. Para peserta yang berhasil lulus diberikan piagam Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA) yang dikeluarkan Ditjen Pendidikan non-Formal Depdiknas. SUKMA itu sendiri terdiri atas tiga tingkat, yaitu SUKMA-1 bagi seorang siswa yang berhasil menyelesaikan pendidikan melek aksara pada tingkat dasar, SUKMA-2 bagi siswa yang berhasil menyelesaikan pendidikan melek aksara pada tingkat fungsional, dan SUKMA-3 bagi siswa yang berhasil menggondol pendidikan melek aksara pada tingkat yang lebih maju. Fungsi piagam SUKMA-1 digunakan untuk memperoleh KTP (kartu tanda penduduk,SUKMA-2 digunakan untuk pengurusan surat izin mengemudi (SIM) dan surat nikah,sedangkan SUKMA-3 digunakan untuk transaksi bank dan transaksi-transaksi sosio-ekomoni lainnya. Ada pun pendidikan nonformal itu mencakup pendidikan kecakapan hidup (life skills education), pendidikan usia dini, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan melek huruf. Menyangkut pendidikan anak usia dini dalam kerangka program wajib belajar sembilan tahun, Depdiknas akan membatasi sekolah menengah atas (SMA) dan memperluas sekolah menengah kejuruan (SMK). " Saat ini, rasio SMA saat ini mencapai 70 persen dan SMK tercatat 30 persen . Namun hingga tahun 2009, rasio itu akan berubah menjadi 60 prsen (SMA) banding 40 persen (SMK). Dalam jangka panjang hingga 2015, rasio itu akan berbalik mejadi 70 persen SMK dan 30 persen SMA," ujarnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006