Pekanbaru (ANTARA News) - Peristiwa jatuhnya pesawat jenis Hawk 209 (bukan Sky Hawk 200) dengan nomor seri TT 0207 milik TNI AU di Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru, Selasa terjadi karena kerusakan mesin. Panglima Komando Operasi AU I Wilayah Barat, Marsekal Muda Gandjar Wiranegara kepada pers mengatakan pesawat yang diterbangkan oleh Mayor (Pnb) Dadang dari Lanud Pekanbaru mengalami naas akibat kerusakan mesin yang terjadi saat pendaratan. "Penerbang telah melakukan pendaratan di tengah landasan, namun sepertinya ada masalah pada mesin sehingga pesawat tergelincir," katanya. Ia menjelaskan, saat melakukan pendaratan rem hidrolix tidak berfungsi sehingga laju pesawat tidak dapat dihentikan sampai ke ujung landasan. Dalam kondisi demikian, penerbang melakukan "ejection seat" yakni keluar dari pesawat dengan bangku pelontar. "Jika penerbang tidak melakukan ejection seat mungkin nyawanya tidak dapat diselamatkan," katanya. Ia juga menjelaskan, pesawat yang jatuh tersebut sedang digunakan dalam latihan rutin "proficiency" yakni latihan penembakan kering atau simulasi penembakan tanpa menggunakan senjata yang sesungguhnya. Dalam latihan tersebut, ada satu pesawat lainnya yang juga ikut dalam simulasi penembakkan kering, dengan nomor seri TT 0210 yang diterbangkan oleh Letnan Ferdinal. "Namun kejadian serupa tidak menimpa pesawat yang berjenis sama dengan pesawat yang jatuh, yakni Hawk 209" kata Gandjar. Ia mengatakan, pesawat jenis tersebut masih sangat relevan untuk digunakan oleh TNI AU, karena merupakan pesawat avionik generasi keempat yang dibuat di Inggris pada tahun 90-an. Karenanya, Untuk menyelidiki penyebab kerusakan mesin ia mengatakan pihaknya akan membentuk Panitia Penyelidik Penyebab Kecelakaan Pesawat Terbang (P3KPT). "Tim tersebut kami bentuk untuk mengetahui penyebab kerusakan mesin, apabila hasilnya telah ada kami akan publikasikan," katanya. Sementara itu, pesawat naas yang jatuh diujung landasan pacu bandara dan berhampiran dengan kebun sayuran masyarakat posisinya telentang dengan roda diatas. Pesawat tersebut ditutupi parasut dan saat diawal kejadian wartawan dilarang mengabadikan bangkai pesawat tempur itu.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006