Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia memperkirakan biaya beban bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang harus dibayarkan kepada pihak bank sampai akhir tahun 2006 akan lebih dari Rp20 triliun, bila fungsi intermediasi perbankan masih terus terkendala seperti saat ini. "Seharusnya biaya bunga yang harus ditanggung BI atas dana yang disimpan dalam SBI tidak akan lebih dari Rp20 triliun hingga akhir tahun ini," kata Direktur Direktorat Perencanaan Strategis dan Humas BI, Budi Mulya, di Jakarta, Jumat. Ia mengungkapkan akibat macetnya fungsi intermediasi perbankan, hingga Oktober 2006 saja, BI sudah mengeluarkan biaya bunga SBI hingga Rp17 triliun. Budi Mulya mengatakan berdasarkan data hingga minggu kedua November 2006, total simpanan perbankan di SBI telah lebih dari Rp202 triliun. Padahal BI telah menurunkan suku bunga sebesar 250 basis poin (bps) dalam enam bulan terakhir dan berbagai insentif telah diberikan kepada industri perbankan sesuai dengan Paket Oktober (Pakto) lalu, kata Budi Mulya. "Ini yang harus kita selesaikan bersama. Dana perbankan di SBI ini sebenarnya adalah hak dari sektor ril yang disimpan di bank sentral," katanya. Ditanya mengenai hingga kapan perbankan akan terus menyimpan dana yang dihimpunnya dari masyarakat ke dalam SBI, Budi Mulya mengatakan itulah yang sedang menjadi pertanyaan BI. Menurut Budi Mulya, sepanjang fungsi intermediasi perbankan masih terkendala seperti ini, di mana LDR (Loan to Deposite Ratio) masih berkisar 65 persen, maka likuiditas bank di SBI akan terus bertambah. "Waktu terus berjalan, likuiditas bertambah, angka di SBI makin meningkat dan pada saat itu beban bunga SBI juga akan meningkat," katanya. Komitmen Perbankan Budi Mulya mengemukakan untuk mengatasi masalah besarnya beban bunga SBI akibat belum optimalnya fungsi intermediasi perbankan itu, BI mengharapkan ada komitmen dari manajemen perbankan untuk meningkatkan penyaluran kredit ke sektor riil. "Sudah waktunya bank berpikir tentang pemahaman kepada kondisi si debiturnya, kalau cuma bisnis 'as usual' saja dengan angka LDR 65 persen sudah cukup, maka tidak akan ada solusi," kata Budi Mulya. Menurut Budi Mulya, dengan adanya komitmen meningkatkan penyaluran kredit itu, maka manajemen perbankan akan menindaklanjuti komitmen itu kepada jajaran di bawahnya. "Manajemen bank kan bisa menindaklanjuti komitmen itu kepada direktur kreditnya, komite kreditnya, analis kreditnya untuk mencari solusi bagaimana mencari `lending` lebih agar pertumbuhan ekonomi dapat meningkat," katanya. Namun demikian, lanjut Budi Mulya, masalah ini tidak hanya berasal dari pihak bank saja, melainkan banyak pihak yang harus membantu memecahkan masalah fungsi intermediasi perbankan itu. "Masalah ini memang tidak berdiri sendiri. Pihak BI pun akan terus memberikan insentif-insentif, dan tentunya komitmen pemerintah dalam meningkatkan proyek infrastruktur terus bergulir," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006