Bantul (ANTARA News) - Pengusaha roti di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih kesulitan menyesuaikan harga jual produksi yang baru pascakenaikan harga elpiji ukuran 12 kilogram.

Pengusaha dan pemilik Toko Roti dan Kue Bu Tatik di Jalan Imogiri, Desa Bangunharjo, Bantul, Sri Hartati, Rabu, mengaku sudah beberapa hari ini dipusingkan dengan kenaikan harga elpiji 12 kilogram, karena tanpa ada pemberitahuan sebelumnya.

"Padahal beberapa waktu lalu harga gas biru (12 kilogram) sudah naik dari Rp90.000 per tabung menjadi Rp115.000 per tabung, kami masih dalam penyesuaian harga kue yang baru, malah ini sudah naik lagi," katanya.

Ia juga membuka usaha rumah makan di rumah produksinya ini mengakui karena kenaikan harga elpiji 12 kilogram dari Rp115.000 menjadi Rp135.000 per tabung membuatnya harus berpikir dan menghitung untuk meminimalkan biaya produksi agar tidak merugi.

Jika kenaikan harga elpiji sebelumnya bisa disiasati dengan menaikkan harga kue 10 persen, namun kali ini dirinya belum menemukan solusi, karena kenaikan harga tidak bisa serta merta, melainkan harus ada pemberitahuan ke pelanggan sektar satu sampai dua bulan sebelumnya.

"Setiap hari, kami membutuhkan elpiji sekitar 10 sampai 20 tabung untuk produksi, bsa dihitung, jika per tabung sekarang naik Rp20.0000, otomatis saya butuh sekitar Rp6 juta per bulan untuk nomboki gas saja," katanya.

Oleh sebab itu, kata dia agar tidak merugi, dirinya harus menghitung besaran biaya produksi dan menerapkan sistem subsidi silang, dan sebagai dampaknya, ia harus menunda keinginan untuk menaikkan gaji karyawan yang jumlahnya mencapai 57 orang.

"Kalau rencana PT Pertamina mengubah harga elpiji 12 kilogram setiap tiga bulan benar-benar direalisasikan, kami akan tambah kerepotan, para pengusaha yang lebih kecil, bahkan bisa terancam kolaps," katanya.

Meski demikian, pihaknya mengaku enggan beralih menggunakan elpiji bersubsidi ukuran tiga kilogram, karena dirinya telah memahami bahwa elpiji warna hijau tersebut bersubsidi yang diperuntukkan bagi rumah tangga dan usaha mikro dengan modal di bawah Rp50 juta.

Sementara, salah satu pengusaha kecil yang menggunakan elpiji tiga kilogram, Deddy Romero juga mengeluhkan harga elpiji bersubsidi yang ikut naik, karena terakhir kali dirinya mendapat elpiji bersubsidi tersebut dengan harga Rp21.000 per tabung.

"Akan tetapi kami tetap harus beli karena memang butuh, barangnya ada dan tidak langka saja sudah bagus," kata pemilik warung makan Mister Sumbal di wilayah Trirenggo Bantul ini.

Ia mengatakan, meski harga elpiji tiga kilogram juga ikut naik, namun dirinya tidak berniat beralih ke elpiji 12 kilogram karena akan membuat biaya produksi makin tinggi dan sebagai solusi, ia menggandeng pengecer untuk menjadi penyuplai rutin elpiji itu.

Pewarta: Heri Sidik
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015