Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Komjen Polisi Budi Gunawan mengundurkan diri dari proses pencalonan kepala Kepolisian RI menggantikan Jenderal Polisi Sutarman yang akan purnatugas pada Oktober 2015.

"Status Budi Gunawan memang masih sebagai tersangka. Namun, sebagai petinggi Polri sebaiknya dia dengan lapang dada dan kesadaran penuh mengundurkan diri dari proses pencalonan sebelum semuanya bertambah rumit," kata Direktur LBH Jakarta Febi Yonesta melalui siaran pers diterima di Jakarta, Rabu.

LBH Jakarta juga mendorong Komisi III DPR untuk menghentikan proses uji kelayakan dan kepatutan terhadap Budi Gunawan dan mendesak Presiden Joko Widodo untuk menarik kembali surat pengajuan calon tunggal Kapolri.

Menurut Febi, hal itu sangat mendesak karena calon tunggal yang diajukan Presiden tersebut diduga keras melakukan serangkaian tindak pidana korupsi berdasarkan bukti permulaan yang cukup oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sejak awal, LBH Jakarta telah menyatakan menolak pencalonan tunggal Komjen Polisi Budi Gunawan sebagai Kapolri. LBH Jakarta meminta DPR untuk menggunakan kewenangannya untuk menolak pencalonan tunggal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

KPK telah menetapkan calon Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap dari transaksi mencurigakan.

"Menetapkan tersangka Komjen BG (Budi Gunawan) dalam kasus tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan janji saat yang bersangkutan menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lain di Mabes Polri," kata Ketua KPK Abraham Samad di gedung KPK Jakarta, Selasa (13/1).

KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.

Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

Samad menjelaskan KPK telah melakukan penyelidikan sejak Juli 2014. Telah setengah tahun lebih KPK melakukan penyelidikan terhadap kasus transaksi tidak wajar yang dilakukan Budi Gunawan.

"Pada akhirnya KPK menemukan peristiwa pidana dan telah menemukan lebih dari dua alat bukti untuk meningkatkan kasus ini dari tahap penyelidkan ke penyidikan pada 12 Januari 2015," ungkap Samad.

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015