Jakarta, 28/11 (ANTARA) - Pemerintah sedang mengevaluasi sekitar 50 Standar Nasional Indonesia (SNI) yang telah diberlakukan secara wajib sejak tahun 1970-an, guna menilai kelayakan standar tersebut pada saat ini. "Kami sedang meninjau ulang apakah (50) SNI tersebut masih perlu diberlakukan wajib," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Deperin, Rifana Erni, di Jakarta, Selasa. Ia menjelaskan sampai saat ini pemerintah telah memberlakukan 72 SNI wajib dan sebanyak 22 SNI di antaranya telah dinotifikasi ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). SNI yang sudah dinotifikasi ke WTO adalah tepung terigu sebagai bahan makanan, lampu swaballast untuk penerangan jalan umum persyaratan keselamatan, sebanyak 15 SNI pupuk, dan lima SNI ban yang terdiri dari ban mobil penumpang, truk ringan, truk dan bis, sepeda motor, serta ban dalam kendaraan bermotor. Rifana mengatakan pihaknya kini juga tengah melakukan proses notifikasi ke WTO untuk tiga jenis SNI diantaranya baja lapis seng (bjls) dan besi beton. Menurut Kepala Pusat Standarisasi Muhammad Nadjib, SNI Bjls dan besi beton yang tengah diproses notifikasi ke WTOnya merupakan penyempurnaan dari SNI yang sudah diberlakukan wajib, dengan melihat kondisi perkembangan saat ini. Rifana mengatakan pada prinsipnya pemerintah akan melakukan SNI wajib terhadap berbagai produk yang terkait dengan unsur kesehatan, keamanan, keselamatan, dan lingkungan (K3L). "Kita akan lihat mana SNI yang perlu diberlakukan wajib dan mana yang tidak, sedangkan soal notifikasi WTO sebenarnya sifatnya sukarela. Selama tidak ada keluhan dari negara lain SNI itu bisa diberlakukan wajib bagi produk domestik maupun impor yang beredar di Indonesia," katanya. Apalagi, katanya, dari 50 SNI yang tengah dievaluasi itu, ada yang penerapannya sejak tahun 1970-an atau 1980-an, sebelum adanya WTO, sehingga notifikasi bukan hambatan terhadap penerapan SNI wajib. Hal itu membantah anggapan banyak pihak bahwa tanpa notifikasi ke WTO maka SNI wajib hanya berlaku untuk produk domestik saja. "Tidak ada pasal di WTO yang menyatakan hal itu (Tanpa notifikasi maka SNI wajib hanya berlaku untuk produk domestik bukan impor)," kata Rifana. Oleh karena itu, ia menilai produk yang telah diberlakukan SNI wajibnya harus diawasi ketat oleh Departemen Perdagangan agar penerapan SNI terasa manfaatnya bagi konsumen.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006