Banda Aceh (ANTARA News) - Amir Majelis Mujahidin Indonesia, Ust. Abu Bakar Ba'asyir menyatakan dirinya merasa heran dikatakan sebagai teroris dan sebagai otak pelaku pengeboman yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. "Saya sendiri heran mengapa saya dikatakan teroris. Yang namanya 'bumbu-bumbu' untuk membuat bom saya tidak pernah tahu," katanya ketika memberi nasehat di hadapan ratusan mahasiswa Aceh, di Lapangan Tugu Darussalam, Banda Aceh, Selasa. Dikatakannya dirinya kini tercatat di nomor urut 35 dalam daftar nama sebagai teroris dunia di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat. Abu Bakar menyatakan yang mencap dirinya sebagai teroris hanyalah orang-orang yang tidak senang terhadap Islam, karena dirinya dianggap menganut Islam garis keras dan Islam Fundamental. Padahal, katanya, dalam Islam tidak ada garis keras dan lainnya, yang ada hanya Islam yang berdasarkan dengan Al-Quran dan Hadist yang dilaksanakan secara konsekuen. "Islam yang seperti itu tidak disukai oleh negara-negara Barat yang disponsori Presiden Amerika Serikat, George W Bush," katanya. Ia menyatakan orang kafir tetap tidak senang dengan Islam, sehingga mereka melakukan berbagai cara untuk menghancurkan Islam. Disebutkannya selain dengan menggunakan senjata, orang-orang kafir akan menghancurkan Islam dengan cara memberi bantuan kepada orang Islam dalam bentuk apa saja, termasuk belajar ke luar negeri. Oleh karenanya, tidak sedikit para dosen IAIN di Indonesia yang belajar Islam di negara-negara Barat, sehingga ilmu agamanya sudah tidak sesuai dengan Al-Quran dan Hadist. "Maka banyak kita lihat para dosen lulusan dari negara-negara Barat tersebut mengotak-atik agama, sehingga tidak murni lagi. itu memang tujuan orang kafir untuk memecah belah umat Islam, namun kita tidak menyadarinya," ujarnya. Untuk itu, ia mengajak mahasiswa Aceh untuk tetap mempertahankan agama Islam yang sesuai dengan Al-Quran dan Hadist, karena apabila umat Islam berpedoman pada dua hal tersebut, maka bangsa Indonesia akan damai dan sejahtera. (*)

Copyright © ANTARA 2006