Jakarta (ANTARA News) - Indonesia akan diuntungkan bila meratifikasi Perjanjian ASEAN untuk penanganan polusi kabut asap lintas batas (AATHP) yang telah diratifikasi delapan negara ASEAN tersebut. "Dengan meratifikasi AATHP, maka Indonesia akan meperoleh bantuan untuk menangani kabut asap yang telah membuat negara kita mengalami kerugian baik secara materi maupun imateri," kata Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup bidang Lingkungan Global dan Kerjasama Internasional, Liana Bartasida, di Jakarta, Kamis, Bantuan berupa dana segar dan bantuan teknis, demikian menurut Pejabat Senior di bidang Lingkungan ASEAN. Dengan demikian, menurut Liana, kekurangan dana bantuan untuk mengatasi polusi asap lintas batas dapat ditanggulangi. Liana juga mengatakan bahwa Indonesia diuntungkan dengan ratifikasi AATHP karena akan menjadi tuan rumah bagi adanya pertemuan ASEAN tentang perjanjian tersebut serta menjadi pusat kegiatan untuk penanggulangan polusi asap di ASEAN. Dengan menjadi pusat kegiatan, maka Indonesia, menurut Liani, akan mendapatkan bantuan pengembangan sumber daya manusia. Hal senada juga diungkapkan Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Penaatan Lingkungan, Hoetomo, di sela-sela Lokakarya Revisi UU No 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Sinergi dengan AATHP, Di Jakarta, Kamis. Menurut Hoetomo, dengan meratifikasi perjanjian itu, maka Indonesia dapat memanfaatkan bantuan teknis serta dana yang ada dalam menanggulangi kebakaran hutan yang selama ini masih menjadi masalah polusi asap di Indonesia dan negara sekitarnya. "Jika kita meratifikasi, Indonesia akan ada anggaran yang terkumpul dari berbagai sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi kebakaran hutan," katanya. Sedangkan dana pendamping yang diharuskan dalam pelaksanaan ratifikasi AATHP tersebut, menurut Hoetomo, adalah wajar. "Tanpa meratifikasipun kita juga akan mengeluarkan dana untuk memadamkan kebakaran, namun dengan meratifikasi maka dana yang bisa digunakan akan menjadi lebih besar" katanya. Dengan AATHP, menurut Hoetomo, penanggulangan kebakaran tersebut dapat dilaksanakan secara bersama-sama dengan negara ASEAN lainnya. Terhindar tuntutan hukum Menurut Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, dengan meratifikasi AATHP Indonesia dapat terhindar dari tuntutan hukum Internasional dalam masalah polusi asap lintas batas negara ini. "Berdasarkan prisip pertanggungjawaban negara (state responsbility) Indonesia dapat dituntut negara lain untuk mengganti rugi yang terkena dampak asap akibat pembakaran hutan di Indonesia," kata Hikmahanto. Untuk itu, melalui ratifikasi perjanjian tersebut, menurut Hikamwanto, Indonesia tidak lagi dapat dituntut karena telah menjadi tanggungjawab bersama negara ASEAN, meskipun munculnya polusi asap berasal dari Indonesia. Selain itu, menurut Hikmahanto, dalam AATHP tersebut penanganan polusi asap tidak menjadikan hukum nasional di Indonesia berubah sebagai akibat dari ratifikasi perjanjian. Masih di DPR Sementara itu, menurut Liana, hingga kini kendala ratifikasi masih berada di DPR. Pemerintah telah sepenuhnya setuju untuk segera meratifikasi. Hal senada juga diungkapkan Hoetomo. "Dengan telah dikirimnya kepada DPR, berarti hal tersebut sudah tidak ada masalah dari sisi pemerintah," kata Hoetomo. Pakar hukum Hikmahanto justru mempertanyakan kenapa hingga sekarang DPR belum menyetujui untuk meratifikasi. "Jika alasannya adalah untuk 'bergaining power' dengan Singapura dan Malaysia saya kira tidak tepat, masih ada 'chip' yang lain yang dapat digunakan untuk 'bargaining power' dengan mereka, sebab hal ini berkaitan dengan isu lingkungan di mana kita juga terkena," katanya. Dari sepuluh anggota ASEAN, telah delapan negara meratifikasi, sedangkan dua negara, yaitu Indonesia dan Filipina, belum meratifikasi AATHP. Kedelapan negara yang telah meratifikasi AATHP tersebut Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand, Laos, Myanmar, Kamboja, dan Vietnam. (*)

Copyright © ANTARA 2006